Archive for Maret 2011

Berita:

Aneka sejarah tubagus :

-Gelar tubagus adalah 'sejenis' gelar 'sayyid' untuk keturunan rasulullah yg khusus di banten, kalo di arab saudi mungkin ada gelar 'habib' dan di iran mungkin ada 'sayyid' di banten ada 'tubagus'.

-gelar tubagus dan ratu, itu adalah
'sejenis' gelar 'sayyid' untuk keturunan rasulullah
yg khusus di banten, kalo di arab saudi mungkin ada gelar 'habib' dan di iran mungkin ada 'sayyid' di banten ada 'tubagus', ini bukan gelar kebangsawanan, tapi supaya yg punya gelar selalu terikat dengan rasul,sehingga diharapkan selalu meneladani beliau. setiap keturunan sultanhasanudin adalah berarti keturunan rasul juga, sebab ayah sultah hasanuddin (maulana syarif hidayatullah) adalah keturunan rasul dan
satu-satunya dari wali songo (yg keturunan rasul). Pada syarif hidayatullah mengalir dua darah utama, yakni dari rasulullah dari ayahnya, sedangkan dari ibunya mengalir darah penguasa padjajaran (adik prabu siliwangi kalo tidak salah,namanya Nyi Rarang Santang yang telah menjadi muslimah). katanya utk mengetes seorang itu tubagus atau bukan suruh saja menunjukkan silsilahnya, kalo dia tubagus asli...katanya silsilah ini terus dipelihara sehingga nyambung ke maulana hasanudian atau ke syarif hidayatullah. jadi jangan memahami tubagus sebagai gelar kebangsawanan, itu hanya gelar utk keturunan rasul yg ada di banten. dan gelar itu bukan utk menyombongkan diri, tapi supaya mereka malu...kalo berbuat maksiat, sebab pada darah mereka mengalir darah rasul, makhluk Allah yangpaling dicintaiNya. dan sekali lagi itu katanya :-)

-gelar Tubagus atau Ratu merupakan gelar peninggalan juragan-juragan demang/adipati di Banten (Rangkas, Pandeglang, dan Serang). Maklum jaman baheula gelar macam itu sangat penting untuk menjustifikasi garis keturunan darah biru.

-1426 M Sinuhun Sayidina Syaryf Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon, berputra
( ke 4 ) Ratu Mas Ayu Pakuan Dyah bersuami Pangeran Paseh/Patahilah
Khan/Patahilah ( 1527 M ) dan berputra Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran
Djaya Ki Gedeng Angke......

Sinuhun Saydina Syarif Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon berputra ( 1468 M )
Pangeran Sabda KingKing Sorasowan Sultan Maulana Hassanudin Panembahan
Surosowan ( cikal bakal kesultanan Banten )

Silsilah yang aku miliki termasuk unik, karena diatas nya sekali adalah Adam
dan Hawa, dan silsilah ini bisa dibilang tidak ada di luaran, jadi mengenai
kebenaran nya tidak bisa di bukti kan.

Yang jelas silsilah keluarga ini disusun secara turun temurun dari keluarga
Banten, sedang untuk keluarga Cirebon bisa dibilang hanya sampai 5
keturunan dan itupun tidak semua komplit.

Pernah aku tanya mengenai silsilah yang dimiliki oleh penulis silsilah
dengan apa yang tertulis di buku2 yang sudah ada dimasyarakat perbedaannya
dimana saja, dijawab sederhana : bakal banyak bedanya karena sejak
Kesultanan Tjirebon berperang dengan VOC bisa dibilang anak keturunan
Kesultanan Tjirebon banyak yang di adu domba dan mengakibatkan penulisan
silsilah menjadi terganggu, belum lagi adanya oknum yang di masuk kan
kedalam silsilah sehingga bisa terjadi perbedaan pada keturunan2 setelah VOC
menguasai kesultanan Tjirebon dan Banten.

Penulis silsilah di tunjuk tidak semata-mata asal tunjuk, selain di beri
warisan data, juga kemampuan untuk mengetahui 'seseorang' ini keturunan
Tjirebon/Banten tidak nya.........unik memang.

-Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke......
dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya.Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten.

Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana>untuk pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu.Tubagus setingkat dengan Pangeran.

-Nama Fatahillah atau kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis, disebutkan dalam catatan sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kinii masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah identitassebenarnya Fatahillah tersebut.
Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut merebut Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan
Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari
Demak. Selain itu juga ia disebutkan dalam naskah Carita Caruban menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase.
Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati (Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari " yang ditulis sekitar tahun 1720 itu, disebutkan bahwa Fatahillah berbeda dengan Sunan Gunung Jati.
Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah CaritaCaruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensimelegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelahperistiwa sejarah itu terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, M.C. Riclefs, hal 92 ).Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah tentang silsilah putera-puteri dari Fatahilah tersebut yang disebutkan sebagai kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat
disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui .Sampai kini para sejarawan pada umumnya (Prof. Dr. Hasan MuarifAmbary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob,A. Heuken SJ, dll) sependapat dengan Hoesein Djajadiningrat
(Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913), bahwa "Ratu Bagus Angke" adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten (1552-1570) yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu
Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama Banten.
Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama seperti yang ditulis di "Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi"yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas Museum Dan Sejarah,1988 serta buku kumpulan makalah diskusi yang
diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Jakartaditahun 1997 ("Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutera"). Ratu Bagus Angke, atau Ra(Tu)bagus Angke, dinamakan mengikuti
toponinym (toponimi) setempat yaitu daerah kali Angke, dan nama Angke sendiri berasal dari bahasa Tionghoa, seperti sejarawan Denys
Lombard menulisnya. Hal ini dimungkinkan karena orang Tionghoa sudahada di Jakarta di abad ke 16 itu. Di Banten sendiri sudah ada orangTionghoa sejak abad ke 12 dan 13 (The Sulanate of Banten, Claude Guillot).
Dalam bahasa Indonesia sendiri toponimi Angke hampir tidak pernah dijumpai ditempat lain dan sering seseorang dinamakan berdasarkan sebutan toponiminya, seperti sebutan Sultan Ageng Tirtayasa (1651- 1682). Tirtayasa adalah nama sebuah desa dekat Serang , dimana ia
mendirikan keraton baru dan tempat mengasingkan diri sementara didesa tersebut.
Nama Ratu untuk seorang bangsawan laki mungkin agak membingungkan,
karena biasanya nama Ratu diasosiasikan dengan nama seorang wanita.
Tetapi dalam sejarah Indonesia, hal ini sering ditemukan sebagainama gelar.
Seperti seorang bangsawan Banten bernama "Ratu Bagus Buang" bersamaguru agama Kiai Tapa (namanya diabadikan sebagai nama jalan di Grogol sekarang) pada tahun 1750 melakukan pemberontakan terhadap
Ratu Syarifah Fatimah (keturunan Arab) dan Pangeran Syarif, sebagai penguasa Banten yang didukung oleh VOC ketika itu.
Ketika pada tahun 1750 itu, dan baru sepuluh tahun peristiwa pembantaian orang Tionghoa terjadi (1740), Angke menjadi lagi sasaranpenghancuran lagi, ketika pasukan Kiai Tapa bergerak maju ke Batavia dan menghancurkan wilayah pinggiran kota yang bernama Angke (Nusa Jawa: Silang Budaya 1, hal 65, Denys Lombard). Kejadian seperti ini
terulang kembali pada Mei 1998, dimana kawasan Angke menjadi salahatu sasaran awalnya.
Didepan nama Ratu juga sering ditambahkan dengan gelar Pangeran atau Panembahan sebagai gelar, seperti keturunan Sunan Gunung Jati yang
menjadi Sultan di Cirebon seperti Panembahan Ratu I n Panembahan Ratu II.

Imam pertama Masjid Demak yang konon Pangeran Bonang (anak Sunan
Ngampel Denta yang konon disebutkan sebagai keturunan Tionghoa)
dipanggil "Pangeran Ratu" di Demak (Kerajaan Islam Pertama Di Jawa,H.J. De Graff & TH. Pigeaud). Anak-anak dari Pangeran Jayakarta juga dinamakan dengan nama Tubagus, seperti Tubagus Arya Suta dan Tubagus Wekas (Tinjauan Kritis Sajarah Banten)

Silsilah Keturunan Sultan Banten

SYARIF HIDAYATULLAH - SUNAN GUNUNG JATI Berputera :

1. Ratu Ayu Pembayun.
2. Pangeran Pasarean
3. Pangeran Jaya Lelana
4. Maulana Hasanuddin
5. Pangeran Bratakelana
6. Ratu Wianon
7. Pangeran Turusmi

PANGERAN HASANUDDIN - PANEMBAHAN SUROSOWAN(1552-1570) Berputera :

1. Ratu Pembayu
2. Pangeran Yusuf
3. Pangeran Arya Japara
4. Pangeran Suniararas
5. Pangeran Pajajara
6. Pangeran Pringgalaya
7. Pangeran Sabrang LorPangeran
8. Ratu Keben
9. Ratu Terpenter
10. Ratu Biru
11. Ratu Ayu Arsanengah
12. Pangeran Pajajaran Wado
13. Tumenggung Wilatikta
14. Ratu Ayu Kamudarage
15. Pangeran Sabrang Wetan

MAULANA YUSUF PANEMBAHAN PAKALANGAN GEDE(1570-1580) Berputra :

1. Pangeran Arya Upapati
2. Pangeran Arya Adikara
3. Pangeran Arya Mandalika
4. Pangeran Arya Ranamanggala
5. Pangeran Arya Seminingrat
6. Ratu Demang
7. Ratu Pecatanda
8. Ratu Rangga
9. Ratu Ayu Wiyos
10. Ratu Manis
11. Pangeran Manduraraja
12. Pangeran widara
13. Ratu Belimbing
14. Maulana Muhammad

MAULANA MUHAMMAD PANGERAN RATU ING BANTEN(1580-1596)Berputra :

1. Pangeran Abdul Kadir


SULTAN ABUL MAFAKHIR MAHMUD 'ABDUL KADIR KENARI(1596-1651)Berputra :

1. Sultan 'Abdul Maali Ahmad Kenari(Putra Mahkota)
2. Ratu Dewi
3. Ratu Ayu
4. Pangeran Arya Banten
5. Ratu Mirah
6. Pangeran Sudamanggala
7. Pangeran Ranamanggala
8. Ratu Belimbing
9. Ratu Gedong
10. Pangeran Arya Maduraja
11. Pangeran Kidul
12. Ratu Dalem
13. Ratu Lor
14. Pangeran Seminingrat
15. Ratu Kidul
16. Pangeran Arya Wiratmaka
17. Pangeran Arya Danuwangsa
18. Pangeran Arya Prabangsa
19. Pangeran Arya Wirasuta
20. Ratu Gading
21. Ratu Pandan
22. Pangeran Wirasmara
23. Ratu Sandi
24. Pangeran Arya Jayaningrat
25. Ratu Citra
26. Pangeran Arya Adiwangsa
27. Pangeran Arya Sutakusuma
28. Pangeran Arya Jayasantika
29. Ratu Hafsah
30. Ratu Pojok
31. Ratu Pacar
32. Ratu Bangsal
33. Ratu Salamah
34. Ratu Ratmala
35. Ratu Hasanah
36. Ratu Husaerah
37. Ratu Kelumpuk
38. Ratu Jiput
39. Ratu Wuragil


PUTRA MAHKOTA SULTAN 'ABDUL MA'ALI AHMAD, Berputera:
1. Abul Fath Abdul Fattah
2. Ratu Panenggak
3. Ratu Nengah
4. Pangeran Arya Elor
5. Ratu Wijil
6. Ratu Puspita
7. Pangeran Arya Ewaraja
8. Pangeran Arya Kidul
9. Ratu Tinumpuk
10. Ratu Inten
11. Pangeran Arya Dipanegara
12. Pangeran Arya Ardikusuma
13. Pangeran Arya Kulon
14. Pangeran Arya Wetan
15. Ratu Ayu Ingalengkadipura

SULTAN AGENG TIRTAYASA -'ABUL FATH 'ABDUL FATTAH(1651-1672)Berputra :
1. Sultan Haji
2. Pangeran Arya 'abdul 'Alim
3. Pangeran Arya Ingayudadipura
4. Pangeran Arya Purbaya
5. Pangeran Sugiri
6. Tubagus Rajasuta
7. Tubagus Rajaputra
8. Tubagus Husaen
9. Raden Mandaraka
10. Raden Saleh
11. Raden Rum
12. Raden Mesir
13. Raden Muhammad
14. Raden Muhsin
15. Tubagus Wetan
16. Tubagus Muhammad 'Athif
17. Tubagus Abdul
18. Ratu Raja Mirah
19. Ratu Ayu
20. Ratu Kidul
21. Ratu Marta
22. Ratu Adi
23. Ratu Ummu
24. Ratu Hadijah
25. Ratu Habibah
26. Ratu Fatimah
27. Ratu Asyiqoh
28. Ratu Nasibah
29. Tubagus Kulon

SULTAN ABU NASR ABDUL KAHHAR - SULTAN HAJI (1672-1687) Berputra :

1. Sultan Abdul Fadhl
2. Sultan Abul Mahasin
3. Pangeran Muhammad Thahir
4. Pangeran Fadhludin
5. Pangeran Ja'farrudin
6. Ratu Muhammad Alim7. Ratu Rohimah
8. Ratu Hamimah
9. Pangeran Ksatrian
10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

SULTAN ABUDUL FADHL (1687-1690) Berputra :

- Tidak Memiliki Putera


SULTAN ABUL MAHASIN ZAINUL ABIDIN(1690-1733 ) Berputra :
1. Sultan Muhammad Syifa
2. Sultan Muhammad Wasi'
3. Pangeran Yusuf
4. Pangeran Muhammad Shaleh
5. Ratu Samiyah
6. Ratu Komariyah
7. Pangeran Tumenggung
8. Pangeran Ardikusuma
9. Pangeran Anom Mohammad Nuh
10. Ratu Fatimah Putra
11. Ratu Badriyah
12. Pangeran Manduranagara
13. Pangeran Jaya Sentika
14. Ratu Jabariyah
15. Pangeran Abu Hassan
16. Pangeran Dipati Banten
17. Pangeran Ariya
18. Raden Nasut
19. Raden Maksaruddin
20. Pangeran Dipakusuma
21. Ratu Afifah
22. Ratu Siti Adirah
23. Ratu Safiqoh
24. Tubagus Wirakusuma
25. Tubagus Abdurrahman
26. Tubagus Mahaim
27. Raden Rauf
28. Tubagus Abdul Jalal
29. Ratu Hayati
30. Ratu Muhibbah
31. Raden Putera
32. Ratu Halimah
33. Tubagus Sahib
34. Ratu Sa'idah
35. Ratu Satijah
36. Ratu 'Adawiyah
37. Tubagus Syarifuddin
38. Ratu 'Afiyah Ratnaningrat
39. Tubagus Jamil
40. Tubagus Sa'jan
41. Tubagus Haji
42. Ratu Thoyibah
43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
44. Pangeran Rajaningrat
45. Tubagus Jahidi
46. Tubagus Abdul Aziz
47. Pangeran Rajasantika
48. Tubagus Kalamudin
49. Ratu SIti Sa'ban Kusumaningrat
50. Tubagus Abunasir
51. Raden Darmakusuma
52. Raden Hamid
53. Ratu Sifah
54. Ratu Minah
55. Ratu 'Azizah
56. Ratu Sehah
57. Ratu Suba/Ruba
58. Tubagus Muhammad Said (Pg. Natabaya)

SULTAN MUHAMMAD SYIFA' ZAINUL ARIFIN (1733-1750) Berputra :

1.Sultan Muhammad 'Arif
2. Ratu Ayu
3. Tubagus Hasannudin
4. Raden Raja Pangeran Rajasantika
5. Pangeran Muhammad Rajasantika
6. Ratu 'Afiyah
7. Ratu Sa'diyah
8. Ratu Halimah
9. Tubagus Abu Khaer
10. Ratu Hayati
11. Tubagus Muhammad Shaleh


SULTAN SYARIFUDDIN ARTU WAKIL(1750-1752 )

- Tidak Berputera


SULTAN MUHAMMAD WASI' ZAINUL 'ALIMIN(1752-1753)

- Tidak Berputera


SULTAN MUHAMMAD 'ARIF ZAINUL ASYIKIN(1753-1773) Berputra :

1. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
2. Sultan Muhyiddin Zainusholiohin
3. Pangeran Manggala
4. Pangeran Suralaya
5. Pangeran Suramanggala


SULTAN ABUL MAFAKHIR MUHAMMAD ALIYUDDIN(1773-1799) Berputra:
1. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
2. Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II)
3. Pangeran Darma4. Pangeran Muhammad Abbas
4. Pangeran Muhammad Abbas
5. Pangeran Musa6. Pangeran Yali7. Pangeran Ahmad

SULTAN MUHYIDDIN ZAINUSHOLIHIN(1799-1801) Berputra :

1. Sultan Muhammad Shafiuddin


Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)

Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)

Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II) (1803-1808)

Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)

Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)

Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Shalat Istikharah

قال النبي صلى الله عليه وسلم:
إذَا أهمَّ أحدُكم بالأمرِ فليَركَع رَكعَتَينِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيْضَةِ

v  Pada raka`at yang pertama membaca surat Al-Qadar dan Al-Kafirun dan di tambah ayat di bawah ini:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الخِيَرَه. سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشرِكُوْنَ.
v  Pada raka`at yang kedua setelah membaca surat al-fatihah langsung membaca surat Al-Insyirah dan Al-Ikhlas. Kemudian ditambah dengan ayat di bawah ini:

مَا يَكُوْنُ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قُضَى اللهُ وَرَسُوْلَُهُ أَمْرًا أَن يَكَوْنَ لَهُمُ الخِيَرَةِ مِنْ أَمْرِهِم وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِيْنًا.
v  Setelah selesai shalat, maka hadiahkanlah surat al-Fatihah untuk:
®    Nabi Muhammad saw.
®    Mu`adz bin Jabbal
®    Zaid bin Tsabit
®    Ibnu `Abbas
®   على هذه النية ولكلِّ نية ٍصالحَة
v  Setelah itu, bacalah xيا لَطِيف 129
v  Do`a

اللهمَّ إني أَستَخِيرُكَ بِعِلمِكَ  وَأَستََقْدِركَ بِقُدْرَتِكَ وَأسْأَلُكَ مِن فَضْلِكَ العَظِيمِ. فإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقدِرُ وَتَعْلَم وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنتَ عَلاَّمُ الغُيُوبِ. اللهُمَّ إِن كُنتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَالأَمْرَ (حاجتك) خَيْرٌٌٌٌ لِي فِي دِينِي وَمَعاَشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدِرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ. وَإِن كٌُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَالأمرَ شَرٌّ لِي فَِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاقْدِرْهُ لِي خَيْرٌحَيْثُ كَانَ رَضِيَنِي بِهِ. (رواه مسلم)

v  Kemudian buka al-Qur`an bagian mana saja. Pilih halaman di sebelah kanan baris nomor tujuh. (insyaallah)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Definisi Sholat Istikhoroh
Kata istikhoroh dalarn bahasa Arab yang maknanya adalah الاستخارة yaitu maksud mencari yang lebih baik. (Lihat Lisanul Arab 4/259 cet. Dar Ihya at-Turots Th. 1419H, dan al-Mu’jam al-Wasith 1/261)
Manakala yang dimaksudkan Sholat Istikhoroh dari sudut istilah syar’i adalah sholat yang dilakukan untuk memilih yang lebih baik dari beberapa hal yang hendak dilakukan atau ditinggalkan. (Asal perkataan ini oleh Muhammad Syamsul Haq al-Adhim al-Abadi dalam Aunul Ma’bud 4/277, dan diringkaskan dari Nailul Author 2/297, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab 3/377, Tuhfatul Ahwadzi 2/482, dan Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/215)
Hukum Sholat Istikhoroh
Para ulama bersepakat bahawa sholat Istikhoroh hukumnya sunnah dan tidak wajib sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi, Imam as-Syaukani, al-‘Iraqi dan lainnya. Perkataan bahwa solat Istikhoroh tidak wajib telah dikatakan sendiri oleh Rosulullah dalam hadis-hadis yang sahih dan oleh karenanya para ulama mengatakan hukum sholat Istikhoroh adalah sunnah/tidak wajib, mereka membawakan hadits-hadits yang sahih seperti hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari:
Dan Jabir bin Abdullah beliau berkata: “Nabi mengajari kami (sholat) istikhoroh dalam segenap perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat-surat al-Qur’an”, beliau bersabda: “Apabila di antara kalian berkeinginan/bermaksud terhadap suatu perkara, hendaklah sholat sunnah dua rakaat bukan termasuk wajib, kemudian berdoa (Lihat hadits ini) :
:دعاء صلاة الاستخارة
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَاالاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ : إذَا هَمَّ أَحَدُكُمْبِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ: (اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ,وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلاأَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتك)خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي (أَوْ قَالَعَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) , فَاقْدُرْهُلِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسميحاجتكشَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي (أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) ,فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِوَيُسَمِّيحَاجَتَهُ وَفِي رواية ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ
((11رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (66))
Doanya:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِفَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتكخَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي,فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هناتسمي حاجتك ) شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِيفَاصْرِفْهُ عَنِّيوَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ
Atau:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِفَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتكخَيْرٌ لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاقْدُرْهُ لِيوَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسميحاجتك ) شَرٌّ لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيالْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon pilihan kepadamu dengan pengetahuanmu, aku memohon keputusanmu dengan kekuasaanmu dan aku memohon kepadaMu dengan keutamaamu yang besar. Sesungguhnya engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah, Apabila Engkau mengetahui bahawa urusan ini [dinyatakan hajatnya] baik bagiku dalam agamaku, penghidupanku dan akhir urusanku (masa dekat dan masa depan urusanku), maka takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku kemudian berkatilah aku didalamnya. Apabila Engkau mengetahui bahawa urusan ini buruk bagiku dalam agamaku, penghidupanku dan akhir urusanku, (masa dekat dan masa depan urusanku), maka singkirkanlah ia dariku atau singkirkanlah aku darinya, dan takdirkanlah kebaikan bagiku dimana jua, kemudian jadikanlah aku redha dengannya”. (Hadis Riwayat Bukhari,1166)Bilakah Disunnahkan/Dituntut Melakukan Sholat Istikhoroh
Disyari’atkan/disunnahkan/dituntut melakukan sholat Istikhoroh apabila seseorang berkehendak melakukan atau meninggalkan suatu perkara baik perkara besar atau kecil, dan dia mendapati keraguan, kesamaran atau ketidaktahuan akibat baik atau buruk baginya di masa yang akan datang, seperti pernikahan, safar (bepergian), hutang-piutang, jual-beli, sewa-menyewa, membuka usaha, atau seumpamanya.
Al-Mubarakfuri berkata (Dinukil secara ringkas dari Tuhfatul Ahwadzi oleh al-Mubarakfuri, 2/482): “Perkataan Jabir bin Abdullah: “Rasulullah mengajari kami sholat Istikhoroh dalam segenap perkara…” menunjukkan bahawa sholat Istikhoroh disyariatkan ketika menghadapi semua perkara, baik kecil atau besar, dan seseorang tidak boleh meremehkan suatu perkara, walaupun menurutnya ia remeh, sehingga meninggalkan syari’at sholat Istikhoroh, dan melakukan perkara yang dianggap remeh padahal akibatnya sangat besar baginya baik keuntungan atau kerugian, atau manfaat dan madharatnya.”
Muhammad Syamsul Haq al-Adhim al-Abadi berkata (Dinukil secara ringkas dan Aunul Ma’bud 4/278): “Perkataan Nabi: “Apabila ada di antara kalian berkeinginan/bermaksud…,” menunjukkan bahwa sholat Istikhoroh disyariatkan bagi siapa saja yang benar-benar bermaksud melakukan atau meninggalkan apa yang terlintas dibenaknya tetapi dia tidak mengetahui akibatnya, bukan bererti setiap yang terlintas dibenaknya. Apabila setiap yang terlintas dibenaknya harus sholat Istikhoroh, maka setiap waktu seseorang harus solat Istikhoroh sehingga waktunya habis hanya untuk sholat Istikhoroh, akhimya ibadah yang lain ditinggalkan, dan kegiatan lain yang bermanfa’at pun terabaikan lantaran setiap orang selalu terlintas dibenaknya berbagai masalah setiap saat.”
Sholat Istikhoroh hanya dilakukan apabila seseorang ragu atau tidak tahu akibat dan perkara yang akan dilakukan atau ditinggalkan, adapun perkara yang sudah diketahui akibat baiknya atau akibat buruknya, maka tidak disyari’atkan untuk sholat Istikhoroh, lantaran maksud dari istikhoroh adalah mencari yang lebih baik dari suatu perkara. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/511-512)
As-Sayyid Sabiq berkata: “Istikhoroh hanya disyariatkan pada masalah yang asal hukumnya mubah, adapun perkara yang wajib atau sunnah, maka sudah diketahui bahwa hal itu berakibat baik, diperintahkan untuk dilaksanakan dan berpahala. Demikian juga perkara yang haram dan makruh, maka hal itu sudah diketahui bahwa akibatnya buruk dan diperintahkan untuk meninggalkannya, serta diancam dengan adzab Allah. Dan sini kita mengetahui bahwa tidak disyari’atkan sholat Istikhoroh dalam perkara wajib, sunnah, haram dan makruh, karena semua itu telah jelas akibat baik dan buruknya”. (Dinukil secara bebas dari Fiqh as-Sunnah 1/199, demikian juga dikatakan oleh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam Bahjah an-Nadhirin Syarh Riyadh as-Sholihin, 2/43)
Sholat Istikhoroh boleh dilakukan untuk perkara wajib atau sunnah, tetapi bukan dilakukan untuk mencari akibat baik atau buruk dan perkara yang wajib atau sunnah tersebut (lantaran akibat dan perbuatan wajib dan sunnah sudah jelas baik, dan berpahala), hanya saja dilakukan seperti untuk menentukan waktu terbaik pelaksanaan perkara wajib, atau ingin mendahulukan yang terbaik dari beberapa perkara sunnah yang hendak ia lakukan.
Suatu contoh, seseorang yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, maka ia tidak perlu beristikhoroh untuk menentukan apakah qadha’ puasa baginya baik atau buruk, kerana sudah jelas hukum mengqadha’ puasa Ramadhan adalah wajib dan berpahala, tetapi ia dapat beristikhoroh apabila ragu menentukan hari untuk mengqadha’ puasanya.
Antara Istikhoroh Dan Musyawarah
Istikhoroh adalah perkara yang disyariatkan sebagaimana musyawarah juga disyariatkan, sebagaimana firman-Nya;

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُعَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَيُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segenap perkara. Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran 3: 159)Syaikh ibnu Utsaimin berkata:
Istikhoroh (meminta yang terbaik) itu kepada Allah, sedangkan musyawarah itu meminta pendapat kepada orang-orang yang sholih atau kepada mereka yang berilmu dalam urusan yang dihadapi. Oleh kerana itu disyaratkan bagi orang yang hendak bermusyawarah untuk memilih orang yang mempunyai dua kriteria, yaitu:
Pertama, dia adalah seorang yang bijak (mampu membantu dan memberi pendapat yang baik). Hal ini lantaran seorang yang bermusyawarah memerlukan pandangan yang baik dan paling sesuai/benar untuk kemaslahatan (kebaikan) dirinya di dunia atau di akhirat.
Kedua, dia adalah seorang yang sholih (menjaga agamanya). Lantaran orang yang tidak sholih adalah orang yang tidak menjaga agamanya dan biasanya tidak menjaga amanah dan rahsia orang lain walaupun orang tersebut bijaksana (memiliki pendapat yang bernas).
Apabila setelah melaksanakan sholat dan doa istikhoroh tetapi tidak tampak mana yang lebih baik, maka dianjurkan bermusyawarah dengan orang yang soleh dan bijaksana. Kemudian apa yang disarankan kepadanya insya Allah itulah yang lebih baik baginya, karena suatu saat Allah tidak menampakkan kepada seseorang suatu kebaikan dan tidak menjadikan hati seseorang condong/cenderung kepada suatu perkara hanya dengan istikhoroh, tetapi Allah menjadikan hatinya condong kepada salah satu hal yang diragukan setelah bermusyawarah.”
Cara Sholat Istikhoroh
Sholat Istikhoroh dilakukan seperti sholat sunnah yang lain yaitu sebanyak dua rakaat, sama ada siang atau malam hari (selama sedang memerlukan petunjuk), dalam setiap rakaatnya membaca al-Fatihah dan surah apa saja yang sudah dihafal, lalu mengangkat tangan sambil berdoa dengan doa istikhoroh yang diajarkan oleh Nabi seperti yang telah disebutkan/dibentangkan di atas (dalam hadis Bukhori dari jalan Jabir Bin Abdulloh). (Asal perkataan ini oleh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah, 11/421)
Adakah Dalam Sholat Istikhoroh Ada Bacaan Khusus/Tertentu?
Imam Nawawi mengatakan: “Disunnahkan pada raka’at pertama setelah al-Fatihah membaca surat al-Kafirun dan raka’at ke dua setelah al-Fatihah membaca surat al-Ikhlash” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 2/377), hal ini didasari oleh maksud orang yang beristikhoroh supaya mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, sehingga yang patut dibaca adalah dua surat tersebut.
Sedangkan al-Hafiz al-’Iraqi mengatakan (Perkataan ini dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi 2/484): “Aku tidak menjumpai satu hadits pun tentang penentuan bacaan surat-surat khusus dalam solat Istikhoroh.”
Dan keterangan di atas jelaslah bahwasanya pendapat yang lebih kuat adalah tidak adanya ketentuan surat-surat yang dibaca ketika sholat Istikhoroh, lantaran tidak ada keterangan dari Rasulullah akan hal itu dan mereka yang mensunnahkan surat-surat tertentu tidak mendatangkan dalil al-Qur’an dan Sunnah, sehingga kita katakan disunnahkan setelah membaca al-Fatihah di masing-masing raka’at untuk membaca surah apa saja dari al-Qur’an yang telah dihafal.
Berkata Ibnu Bazz (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawzvi’ah 11/421): “Hendaknya (orang yang solat Istikhoroh) membaca al-Fatihah di setiap raka’at dan membaca surah apa saja yang mudah.”
Bilakah Doa Istikhoroh Dibacakan?
Doa Istikhoroh boleh dibaca sebelum salam atau selepas salam selepas solat dua roka’at. (Sebagaimana fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya 12/105)
a. Sebelum salam
Adapun dibolehkan membaca do’a istikhoroh sebelum salam ini berdasarkan:
1. Kebanyakan doa Nabi dalam sholat dilakukan sebelum salam (setelah tasyahud akhir), seperti yang dijelaskan oleh Abu Hurairoh, beliau berkata: “Nabi bersabda: Apabila kalian selesai dari tasyahud yang terakhir, hendaklah berdo’a meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara, iaitu mengucapkan (maksudnya);
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dan azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari fitnah al-Masih ad-Dajjal. (Hadis Riwayat Bukhari 1377, dan Muslim 588)
2. Demikian juga Rasulullah mengajari Abu Bakar tatkala beliau minta diajarkan do’a yang boleh dibaca dalam sholatnya, lalu Nabi memerintahkan beliau untuk membaca (maksudnya);
Ya Allah sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari-Mu, dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Hadis Riwayat Bukhari 834 dan Muslim 3/7/27)
3. Dalam Hadis Jabir bin Abdullah, Rasulullah tidak menentukan tempat dibacanya doa istikharah apakah harus dibaca sebelum salam atau setelah salam.
b. Sesudah salam
Sedangkan dibolehkan doa Istikhoroh dibaca sesudah salam berdasarkan zahir hadis yang menunjukkan doa tersebut dibaca sesudah salam, sebagaimana Nabi bersabda (yang artinya): “Apabila di antara kalian berkeinginan/bermaksud terhadap suatu perkara, hendaklah sholat sunnah dua rakaat bukan termasuk wajib, kemudian berdo’a…”
Berkata Ibnu Baz: “Sholat Istikhoroh hukumnya sunnah, dan do’a istikhoroh tempatnya setelah salam sebagaimana (zahir) hadis yang telah datang dari Rasulullah” (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah 11/421422). (Demikian juga difatwakan oleh Lajnah Da’imah dalam Fatwa no. 10666)
Apa Yang Dilakukan Setelah Solat Istikhoroh Dan Bermusyawarah?
Imam Nawawi r.h. berkata (Perkataan Imam Nawawi (dinukil secara bebas) ini dinukil oleh Imam Syaukani dalam Nailul Author 2/298): “Setelah seseorang melakukan sholat Istikhoroh, sebaiknya dia menjalani apa yang dia rasakan lapang dadanya terhadap perkara tersebut baik meneruskan maksudnya atau meninggalkannya.”
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya:
“Bagi orang yang hendak beristikhoroh hendaklah ia menghilangkan kecondongan hatinya terhadap suatu perkara sebelum melakukan solat dan doa Istikhoroh, dan tidak selayaknya bersandar kepada adanya kecondongan hati sebelum istikhoroh, karena apabila ada kecondongan hati sebelum istikhoroh, lalu dia melakukan istikhoroh, berarti dia tidak beristikhoroh, karena istikhoroh dilakukan ketika bimbang dan meminta dipilihkan yang terbaik dari Allah untuknya.”
Boleh Mengulang Solat Istikhoroh Dalam Satu Perkara
Ibnu Utsaimin berkata (Dinukil secara bebas dari Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/515): “Setelah melakukan solat dan do’a istikhoroh, apabila merasa lapang dadanya terhadap suatu perkara baik meneruskan atau meninggalkan, maka inilah yang diharapkan, tetapi apabila tetap bimbang dan tidak merasa lapang dadanya, maka dia boleh mengulangi solat dan doa Istikhorohnya ke dua kali, ke tiga kalinya, dan seterusnya, hal ini lantaran orang yang beristikhoroh adalah orang yang meminta petunjuk kepada Allah akan kebaikan yang akan dia lakukan sehingga apabila tidak jelas baginya kebaikannya atau tetap ragu maka dia boleh beristikhoroh berulang kali.”
Adakah Tanda-Tanda Dikabulkannya Permintaan?
Sebagian orang berkata: “Setelah melakukan sholat dan doa Istikhoroh, maka akan datang petunjuk dalam mimpinya, maka diambil pilihan sebagaimana mimpinya,” oleh karena itu ada sebagian orang berwudhu’, lalu melakukan sholat dan doa istikhoroh, kemudian terus tidur (mengharap petunjuk datang melalui mimpi), bahkan sebahagian mereka menyengaja memakai pakaian berwarna putih (supaya bermimpi baik), semua ini hanyalah prasangka manusia (yang tidak ada dasarnya). (Lihat Bahjah an-Nadzirin Syarh Riyadhus Sholihin oleh Syaikh Salim bin led al-Hilali 2/44)
Kesimpulan
1. Rasa bimbang, ragu, dan ketidak-tahuan baik dan buruknya suatu perkara adalah hal yang wajar, karena semua itu termasuk tabiat dan keterbatasan manusia.
2. Sholat Istikhoroh adalah sholat yang dilakukan untuk minta petunjuk kepada Allah kebaikan perkara yang sedang dihadapi.
3. Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa sholat Istikhoroh hukumnya sunnah.
4. Sholat Istikhoroh disunnahkan bagi segenap perkara baik besar atau kecil, selama seseorang bimbang atau ragu ataupun tidak mengetahui maslahatnya di masa akan datang/terkemudian.
5. Apabila sudah terdapat kecondongan hati atau mengetahui tentang baiknya perkara (dari awal lagi), maka tidak disunnahkan beristikhoroh, ini kerana solat Istikhoroh itu dilakukan adalah bagi tujuan meminta petunjuk, dan Allah memerintahkan hambanya yang telah melaksanakannya supya bertawakal kepada Allah.
6. Istikhoroh disunnahkan dalam perkara-perkara yang asalnya mubah, adapun perkara wajib dan sunnah, maka tidak disunnahkan istikhoroh, ini kerana kebaikannya sudah jelas adanya, sebagaimana perkara haram dan makruh tidak disunnahkan istikhoroh kerana keburukannya sudah jelas adanya.
7. Tidak terdapat dalil yang sah tentang pengkhususan bacaan surah-surah al-Qur’an dalam solat Istikhoroh.
8. Doa Istikhoroh boleh dibaca dalam sholat (sebelum salam) atau di luar solat (sesudah salam)
9. Dibolehkan mengulangi sholat Istikhoroh dalam satu perkara apabila diperlukan.
10. Ketenangan hati dan kelapangan dada kepada suatu perkara setelah melakukan solat istikhoroh adalah tanda petunjuk dari Allah, dan tidak terdapat dalil yang sah tentang keharusan melihat mimpi setelah beristikhoroh.
Demikianlah yang dapat dibentangkan dari beberapa penjelasan/keterangan para ulama tentang sholat Istikhoroh, mudah-mudahan kita mendapat petunjuk dari Allah sehingga kita dapat melangkah sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya dan mendapatkan yang terbaik dan sisi-Nya dengan jalan taat dan istiqomah di atas landasan-Nya, amiin.
Disunting dari Tulisan Abu Ibrohim Muhammad Ali & Majmu’ah Tholabah Ma’had as-Sunnah Pasuruan, Majalah al-Furqon 72, Edisi 1 Tahun ke-7, 1428 (2007) Oleh Nawawi Bin Subandi untuk blog http://fiqh-sunnah.blogspot.com.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer