Archive for Mei 2011


20 SIFAT ALLAH SWT AZZAWAJALLAH

Sifat WajibTulisan ArabMaksudSifatSifat MustahilTulisan ArabMaksud
Wujud
ﻭﺟﻮﺩ
AdaNafsiahAdam
ﻋﺪﻡ
Tiada
Qidam
ﻗﺪﻡ
SediaSalbiahHaduth
ﺣﺪﻭﺙ
Baharu
Baqa
ﺑﻘﺎﺀ
KekalSalbiahFana
ﻓﻨﺎﺀ
Akan binasa
Mukhalafatuhu lilhawadith
ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
Bersalahan Allah Ta'ala dengan segala yang baharuSalbiahMumathalatuhu lilhawadith
ﻣﻤﺎﺛﻠﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
Menyamai atau bersamaan bagi-Nya dengan suatu yang baru
Qiamuhu binafsih
ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ
Berdiri-Nya dengan sendiriSalbiahQiamuhu bighairih
ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ
Berdiri-Nya dengan yang lain
Wahdaniat
ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ
Esa Allah Ta'ala pada dzat,pada sifat dan pada perbuatanSalbiahTa'addud
ﺗﻌﺪﺩ
Berbilang-bilang
Qudrat
ﻗﺪﺭﺓ
BerkuasaMa'aniAjzun
ﻋﺟﺰ
Lemah
Iradat
ﺇﺭﺍﺩﺓ
Berkehendak menentukanMa'aniKarahah
ﻛﺮﺍﻫﻪ
Benci iaitu tidak menentukan
Ilmu
ﻋﻠﻢ
MengetahuiMa'aniJahlun
ﺟﻬﻞ
Bodoh
Hayat
ﺣﻴﺎﺓ
HidupMa'aniAl-Maut
ﺍﻟﻤﻮﺕ
Mati
Sama'
ﺳﻤﻊ
MendengarMa'aniAs-Summu
ﺍﻟﺻﻢ
Pekak
Basar
ﺑﺼﺮ
MelihatMa'aniAl-Umyu
ﺍﻟﻌﻤﻲ
Buta
Kalam
ﻛﻼ ﻡ
Berkata-kataMa'aniAl-Bukmu
ﺍﻟﺑﻜﻢ
Bisu
Kaunuhu qaadiran
ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭﺍ
Keadaan-Nya yang berkuasaMa'nawiyahKaunuhu ajizan
ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﺟﺰﺍ
Keadaan-Nya yang lemah
Kaunuhu muriidan
ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪﺍ
Keadaan-Nya yang berkehendak menentukanMa'nawiyahKaunuhu kaarihan
ﻛﻮﻧﻪ ﻛﺎﺭﻫﺎ
Keadaan-Nya yang benci iaitu tidak menentukan
Kaunuhu 'aliman
ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ
Keadaan-Nya yang mengetahuiMa'nawiyahKaunuhu jahilan
ﻛﻮﻧﻪ ﺟﺎﻫﻼ
Keadaan-Nya yang bodoh
Kaunuhu hayyan
ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴﺎ
Keadaan-Nya yang hidupMa'nawiyahKaunuhu mayitan
ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻴﺘﺎ
Keadaan-Nya yang mati
Kaunuhu sami'an
ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌﺎ
Keadaan-Nya yang mendengarMa'nawiyahKaunuhu asamma
ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺻﻢ
Keadaan-Nya yang pekak
Kaunuhu basiiran
ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭﺍ
Keadaan-Nya yang melihatMa'nawiyahKaunuhu a'maa
ﻛﻮﻧﻪ ﺃﻋﻤﻰ
Keadaan-Nya yang buta
Kaunuhu mutakalliman
ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺘﻜﻠﻤﺎ
Keadaan-Nya yang berkata-kataMa'nawiyahKaunuhu abkam
ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺑﻜﻢ
Keadaan-Nya yang kelu


NAMA-NAMA MALAIKAT

Malaikat wajib

Di antara para malaikat yang wajib setiap orang Islam ketahui sebagai salah satu Rukun Iman adalah :-
NamaArabTugas
Jibrailجبرائيل/جبريلMenyampaikan wahyu Allah.
MikailميكائيلMenyampaikan/membawa rezeki yang ditentukan Allah.
IsrafilإسرافيلMeniup sangkakala apabila diperintahkan Allah di hari Akhirat
IzrailعزرائيلMencabut nyawa.
MunkarمنكرMenyoal mayat di dalam kubur.
NakirنكيرMenyoal mayat di dalam kubur.
RidhwanرضوانMenjaga pintu syurga dan menyambut ahli syurga.
MalikمالكMenjaga pintu neraka dan menyambut ahli neraka.
RaqibرقيبMencatat segala amalan baik manusia.
AtidعتيدMencatat segala perlakuan buruk manusia.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer


Fathimah Binti Muhammad Rasulullah SAW

Julukannya adalah al-Batuul, yaitu wanita yang memutuskan hubungan dengan yang lain untuk beribadah atau tiada bandingnya dalam keutamaan ilmu, akhlaq, budi pekerti, kehormatan dan keturunannya.
Lahir bersamaan dengan terjadinya peristiwa agung yang menggoncangkan Makkah, yaitu peristiwa peletakkan Hajarul Aswad disaat renovasi Ka`bah.

Beliau adalah anak yang paling dicintai oleh keluarganya, terutama ayahnya. Sebagaimana tampak dalam ucapan Rasulullah SAW ,:"Fathimah adalah bagian dariku, aku merasa susah bila ia bersedih dan aku merasa terganggu bila ia diganggu".(Ibnu Abdil Barr, Al-Isti`ab). Dalam hadits lain diriwayatkan "Barang siapa telah memarahinya berarti telah memarahiku". (H.R.Muslim)

Ketika Fathimah beranjak dewasa, Abu Bakar dan Umar bergiliran untuk meminangnya namun Rasulullah SAW dengan halus menolaknya. Dan kemudoan ia dinikahkan Rasulullah SAW dengan Ali bin Abi Thalib ra dengan mahar berupa baju besi pemberian Rasul atas perintah Allah SWT . Ali bin Abi Thalib ra.bercerita bahwa disaat ia menikahi Fathimah, tiada yang dimilikinya kecuali kulit kambing yang dijadikan alas tidur pada malam hari dan diletakkan di atas onta pengangkut air pada siang hari.

Kemudian Rasulullah SAW membekali Fathimah dengan selembar beludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling dan dua buah tempayan air. Saat itu mereka tak memiliki pembantu, maka Fathimahlah yang menarik penggiling itu hingga membekas ditangannya, mengambil air dengan tempat air dari kulit biri-biri hingga membekas dipundaknya dan menyapu rumah hingga pakaiannya terkotori oleh asap api.
Manakala Ali mengetahui bahwa Rasulullah SAW memperoleh banyak pelayan, ia berkata kepada Fathimah agar meminta kepadanya seorang pelayan. Namun Rasulullah SAW tidak mengabulkannya dan sebagai gantinya beliau mengajarinya beberapa kalimat do`a, yaitu membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 10x setelah sholat dan mengajarkan untuk membaca tasbih 30x, tahmid 30x dan takbir 34x ketika hendak tidur. Dari pernikahan Ali dan Fathimah, Rasulullah SAW memperoleh 5 orang cucu, Hasan, Husein, Zainab, Ummi Kultsum dan yang satu meninggal ketika masih kecil.

Cinta Rasulullah SAW kepaa Fathimah terlukis dalam sebuah hadits dari Musawwar bin Mughromah, ia berkata "Aku mendengar Nabi SAW berkata ketika Beliau sedang berdiri dimimbar :"Sesungguhnya Bani Hasyim bin Mughirah meminta izin kepadaku agar menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib, aku tidak mengizinkan mereka. Kemudian tidak aku izinkah kecuali bila Ali menceraikan putriku dan menikah dengan putri-putri mereka. Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dariku, meragukanku apa yang meragukannya dan menyakitiku apa yang menyakitinya."(H.R Ash-Shohihain)

Fathimah telah meriwayatkan hadits Nabi SAW sebanyak 18 buah. Beliau wafat pada usia 29 tahun dan dikebumikan di Baqi`pada selasa malam, 3 Ramadhan 11 H. Wallahu A`lam bish-Showab.
(disarikan dari Shifatus Shofwah, Ibnu Jauzi:Min `Alamin Nisa',M.Ali qutfb: Nisa Khaula Rasul, M.Ibrahim Sulaiman).
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

ZAINAB AL-GHAZALI ADALAH WANITA LUAR BIASA. SEPERTI AISHA ABD AL-RAHMAN, TOKOH ASAL MESIR INI BEGITU GIGIH MEMPERJUANGKAN PERSAMAAN HAK KAUM PEREMPUAN BERDASARKAN KEYAKINANNYA, SESUAI DOKTRIN AJARAN ISLAM YANG BENAR. OLEH KARENANYA, SEJARAH MENCATAT ZAINAB LEBIH DIKENAL SEBAGAI AKTIVIS ISLAM KETIMBANG CENDEKIAWAN ISLAM.

Saat menginjak usia remaja, Zainab aktif di organisasi Persatuan Kelompok Feminis Mesir yang dibentuk oleh Huda Al-Sharawi tahun 1923. Namun tak lama dia mengundurkan diri dari organisasi itu karena bersebarangan pendapat mengenai perjuangan menuntut kesetaraan.
Dia tidak setuju dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan. Meski demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai seorang wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik. Saat usianya 18 tahun (1936), dia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma Islam dan ditujukan untuk kepentingan-kepentingan Islam.
Umat Islam berduka. Pada hari Rabu (3/8), dai dan aktivis terkemuka Zainab Al-Ghazali, wafat dalam usia 88 tahun. Dia meninggalkan kenangan tak terlupakan sepanjang aktivitasnya menjalankan dakwah Islam.
Zainab al-Ghazali adalah wanita luar biasa. Seperti Aisha Abd al-Rahman, tokoh asal Mesir ini begitu gigih memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan berdasarkan keyakinannya, sesuai doktrin ajaran Islam yang benar. Oleh karenanya, sejarah mencatat Zainab lebih dikenal sebagai aktivis Islam ketimbang cendekiawan Islam.
Dia terlahir di wilayah Al-Bihira, Mesir pada 1917, dan merupakan keturunan dari kalifah kedua Islam, Umar bin Khattab dan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Ketika masih berusia sangat muda, 10 tahun, Zainab Al-Ghazali telah memperlihatkan kepandaian dan kelancarannya dalam berbicara di depan umum. Dan sepanjang hidupnya, dia lantas membentuk dirinya sebagai orang yang berhasil belajar secara otodidak. Ambisinya yang kuat dan tekadnya yang membara, membuatnya maju untuk mencapai jenjang pendidikan tinggi, pada saat kaum wanita pada saat itu jarang yang mengenyam pendidikan karena dianggap tabu.
Saat menginjak usia remaja, Zainab aktif di organisasi Persatuan Kelompok Feminis Mesir yang dibentuk oleh Huda Al-Sharawi tahun 1923. Namun tak lama dia mengundurkan diri dari organisasi itu karena bersebarangan pendapat mengenai perjuangan menuntut kesetaraan.
Dia tidak setuju dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan. Meski demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai seorang wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik. Saat usianya 18 tahun (1936), dia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma Islam dan ditujukan untuk kepentingan-kepentingan Islam.
Zainab Al-Ghazali selalu berusaha mengedepankan masalah keseimbangan antara hal-hal yang bersifat religius dan modern. Ia mendapat pendidikan agama pertama kali dari cendikiawan muslim terkemuka di Al-Azhar, Syeikh Ali Mahfuz dan Mhammad al-Naggar.
Tidak lama setelah ia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim, Al-Ghazali langsung melakukan sejumlah aksi dan mendapatkan dukungan dari Menteri Wakaf untuk mendirikan 15 mesjid dan belasan mesjid lainnya yang dibiayai oleh masyarakat umum.
Asosiasi yang didirikannya melahirkan generasi dai-dai wanita yang mempertahankan status perempuan dalam Islam serta meyakini bahwa agama mereka memberikan peluang sebesar-besarnya bagi kaum perempuan untuk memainkan peranan penting di tengah masyarakat, memiliki pekerjaan, masuk ke dunia politik dan bebas mengeluarkan pendapatnya.
Dalam sebuah wawancara tahun 1981, dia mengemukakan bahwa Islam telah memberikan segalanya bagi kaum pria dan wanita. Islam memberikan kebebasan, hak ekonomi, hak politik, hak sosial, maupun hak pribadi kepada kaum Muslimah. Islam memberikan kaum wanita hak-hak tertentu di dalam keluarga yang tidak dimiliki oleh komunitas lain. Para Muslimah harus mempelajari Islam sehingga mereka mengetahui bahwa Islam telah memberikan segalanya kepadanya.
Zainab juga meyakini bahwa Islam tidak pernah melarang kaum wanita untuk beraktivitas di masyarakat, bekerja mencari nafkah, masuk ke dunia politik dan mengungkapkan gagasan-gagasannya. Dia percaya Islam mengizinkan mereka untuk memiliki harta benda, berusaha pada bidang perekonomian atau apapun kegiatan demi menunjang perkembangan masyarakat Muslim. Meski begitu, dia berpendapat bahwa tugas utama seorang wanita adalah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya dan menjadi istri setiap bagi suaminya. Jangan ada apapun yang menghalangi kaum wanita untuk tidak menjalankan tugas yang satu ini.
Al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh pendiri Ihkwanul Muslimin, Syekh Hasan al-Banna. Ia memegang teguh pandangannya bahwa tidak ada konflik antara agama dan politik. Al-Ghazali adalah orang yang lantang mempertahankan syariah dan kerap menghadapi masalah dengan rezim Mesir pada saat itu, Presiden Gamal Abdul Naser. Dia mengalami hidup yang penuh siksaan dalam tahanan rezim itu.
Penjara dan siksaan, tidak pernah mematahkan tekadnya bahkan membuatnya lebih kuat. Zainab Al-Ghazali meninggalkan warisan berupa perjuangan membela Islam dan reputasinya sebagai aktivis perempuan yang tanpa ragu melawan sekularisme dan liberalisme dan menggantikannya dengan nilai-nilai Islam. ( yus/berbagai sumber )

DIA ADALAH PUTRI UMAR BIN KHATHTHAB, SEORANG SAHABAT AGUNG YANG DENGANNYA ALLAH TELAH MEMULIAKAN ISLAM. PERTAMA KALI IA MENIKAH DENGAN KHUNAIS BIN HUDZAFAH BIN QAIS AS-SAHMI AL-QURAISYI, SEORANG SAHABAT YANG TURUT DUA KALI HIJRAH (KE HABSYI DAN KE MADINAH), SAHABAT YANG TURUT SERTA DALAM PERANG BADAR DAN UHUD. KHUNAIS WAFAT DI MADINAH KARENA LUKA YANG MENIMPANYA SAAT PERANG UHUD, SEHINGGA HAFSHAH MENJADI JANDA PADA USIA RELATIF MUDA, YAITU 18 TAHUN.

Umar yang sedih karena anaknya sudah menjadi janda pada usia yang sangat muda. Umar merasa tertekan setiap kali masuk rumah dan mendapati putrinya sedang terlarut dalam kesedihan yang menimpanya. Setelah melalui proses pemikiran yang panjang, akhirnya terbersit niat dalam diri Umar untuk mencarikan suami yang bisa menyenangkan hati putrinya, dengan harapan putrinya bisa meraih kembali ketenangan dan ketentraman bersama suami yang hilang darinya selama 6 bulan atau lebih.
Pilihan Umar akhirnya jatuh pada Abu Bakar, seorang laki-laki kesayangan Rasulullah. Umar berharap, dengan kemurahan dan kelapangan hati Abu Bakar, ia mau menanggung tabiat Hafshah yang pencemburu dan keras, suatu sifat yang diwarisi dari ayahnya.
Selanjutnya, segeralah Umar menemui Abu Bakar untuk membicarakan soal cobaan hidup menjanda yang dialami Hafshah. Abu Bakar dengan simpati menyimak semua penuturan Umar. Hal ini menimbulkan harapan bagi Umar bahwa Abu Bakar tidak akan ragu-ragu menerima putri seorang laki-laki yang dengannya Allah memuliakan Islam ini. Akan tetapi ketika Umar menyatakan keinginannya agar Abu Bakar berkenan menikahi putrinya, Hafshah, Abu Bakar hanya diam dan tidak menjawab sepatah kata pun.
Umar lalu keluar dengan hati sedih seolah tidak percaya dengan apa yang telah dialaminya. Selanjutnya Umar melangkahkan kakinya ke rumah Utsman bin Affan, yang saat itu baru saja ditinggal mati oleh istrinya Ruqayyah, putri Rasulullah. Ruqayyah meninggal karena penyakit campak. Sesampainya di sana, Umar mengadakan pembicaraan dengan Utsman dan menawarkan kepadanya untuk menikahi Hafshah. Akan tetapi, Utsman menjawab, “Nampaknya saat ini, aku belum ingin menikah lagi.”
Bertambahlah rasa sedih Umar dengan penolakan kedua sahabatnya itu. Saking kecewanya akibat penolakan tersebut, Umar pergi menemui Nabi untuk mengeluhkan sikap kedua sahabatnya itu.
Mendengar pengaduan Umar, beliau tersenyum seraya bersabda, “Hafshah akan dinikahi oleh seseorang yang lebih baik daripada Utsman, dan Utsman akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.” Seketika itu juga berserilah wajah Umar karena mendapatkan kehormatanyang besar yang belum pernah terbayangkan sebelumnya dan hilang pula kesedihannya. Segera ia pergi untuk menyampaikan kabar gembira itu kepada semua orang yang dicintainya. Orang pertama yang ia temui adalah Abu Bakar. Begitu melihat Umar yang berseri-seri Abu Bakar langsung mengulurkan tangannya untuk mengucapkan selamat seraya meminta maaf. Abu Bakar berkata, “Janganlah engkau masukkan ke dalam hatimu atas sikapku saat itu, wahai Umar, karena sungguh sebelum itu Rasulullah telah menyinggung-nyinggung masalah Hafshah, namun aku tidak mungkin membocorkan rahasia beliau. Seandainya Rasulullah batal menikahi Hafshah, akulah yang akan menikahinya.”
Pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriah, berlangsunglah pernikahan Rasulullah dengan Hafshah binti Umar, sedangkan pernikahan Utsman dengan Ummu Kultsum berlangsung pada bulan Jumadil Akhir pada tahun ketiga Hijriyah juga.
Dengan demikian bergabunglah Hafshah bersma istri Nabi yang ada saat itu, Ummahatul mukminin yang suci (Aisyah dan Saudah). Hafshah menempati kamar yang berdekatan dengan kamar Aisyah, karena dia tahu bahwa Aisyahlah di antara istri Nabi yang lebih berhak untuk dia dekati dan lebih pantas untuk dia perlakukan sebaik mungkin. Hafshah berusaha menepati nasihat ayahnya yang pernah mengatakan, “Apalah kedudukanku dibandingkan Aisyah dan apalah kedudukan ayahmu dibandingkan ayahnya.”
Hafshah dan Aisyahlah yang pernah saling mambantu untuk menyakiti hati Nabi (dengan membocorkan rahasia beliau), sehingga Allah menurunkan ayat,
QS. At-Tahrim
4. Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.

Sebagian riwayat menyebutkan bahwa setelah kejadian itu Rasulullah menceraikan Hafshah dengan talak satu, namun beberapa saat kemudian beliau merujuknya kembali atas perintah yang dibawa Jibril yang mengatakan kepada beliau bahwa, “Hafshah adalah wanita yang berpendirian teguh dan termasuk istri engkau di surga.”
Ketika Rasulullah wafat dan kekhalifahan dipegang oleh Abu Bakar, Hafshahlah yang dipercaya untuk menyimpan dan memelihara mushaf Alquran. Hafshah mengisi hidupnya dengan ibadah, ketaatan, dan keteguhan pendirian. Dialah satu-satunya wanita yang diberi kehormatan untuk menyimpan mushaf Alquran, kitab yang berisi undang-undang bagi umat manusia, mukjizat yang kekal, dan satu-satunya sumber syariat dan akidah yang benar.
Ketika ayahnya Umar bin Khaththab, merasa ajalnya sudah dekat akibat ditikam oleh seorang Majusi bernama Abu Lu’lu’ah pada bulan Dzulhijjah tahun 23 Hijriyah, Hafhshahlah yang diserahi tugas untuk mengurus harta peninggalan Umar.
Hafshah wafat pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia berwasiat kepada saudaranya, Abdullah bin Umar, sebagaimana wasiat yang pernah disampaikan ayahnya kepadanya. Semoga Allah meridhai pemelihara Alquran, wanita yang disebut Jibril sebagai wanita yang berpendirian teguh dan istri Nabi di surga.

DIA ADALAH GURUNYA KAUM LAKI-LAKI, SEORANG WANITA YANG SUKA KEBENARAN, PUTRI DARI SEORANG LAKI-LAKI YANG SUKA KEBENARAN, YAITU KHALIFAH ABU BAKAR ABDULLAH BIN ABU QUHAFAH UTSMAN BIN AMIR DARI SUKU QURAISY AT-TAIMIYYAH DI MAKKAH, IBUNDA KAUM MUKMIN, ISTRI PEMIMPIN SELURUH MANUSIA, ISTRI NABI YANG PALING DICINTAI, PUTRI DARI LAKI-LAKI YANG PALING DICINTAI RASULULLAH DAN WANITA YANG DIBERSIHKAN NAMANYA DARI ATAS LANGIT KETUJUH. AMR BIN ASH RADHIYALLAHU ANHU PERNAH BERTANYA KEPADA NABI SHALLAHU ALAIHI WASALLAM, “SIAPAKAH ORANG YANG PALING ENGKAU CINTAI WAHAI RASULULLAH?” RASUL MENJAWAB, “AISYAH” AMR BIN ASH BERTANYA LAGI, “KALAU LAKI-LAKI?” RASUL MENJAWAB, “AYAHNYA.” DIRIWAYATKAN DALAM SHAHIH BUKHARI MUSLIM. BACA PULA SHAHIH BUKHARI, KITAB KEUTAMAAN PARA SAHABAT, BAB SABDA NABI, “SEKIRANYA AKU DIBOLEHKAN MENGANGKAT SEORANG KHALIL (KEKASIH).”

Dia adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum lelaki dalam bidang politik atau strategi perang.
Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks Hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas agama, sedang tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran / mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.
Pernikahan Rsulullah dengannya merupakan perintah langsung dari Allah azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Rasulullah menikahi Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah tidak langsung hidup serumah bersama Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan Aisyah. Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di kompleks masjid nabawi, yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi dengan rumput kering, alas duduknya berupa tikar, sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.
Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan menyanyangi suami, sebab tidaklah mungkin bahagia seseorang yang berpaling dari fitrahnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yang ditemui ketika menjalankan tugas agama.
Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.
Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang berlimpah, Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu ia sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata, “Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski satu dirham saja untuk berbuka puasa!” Ia menjawab, “Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.”
Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemiskinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya.
Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah, sehingga dia menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para sahabat dan sebagai rujukan untuk memahami hadits, sunnah, dan fiqih.
Az-Zuhri berkata, “Seandainya ilmu semua wanita disatukan, lalu dibandingkan dengan ilmu Aisyah, tentulah ilmu Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka.”
Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata, “Sesungguhnya aku telah belajar banyak dari Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada Aisyah tentang ayat-ayat Alquran yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku berkata kepadanya, “Wahai bibi dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?” Aisyah menjawab, “Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu, ada orang lain juga diobati dengan sesuatu, dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan menghapalnya.”
Dalam riwayat lain dari A’masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abud Dhuha berkata, “Kami pernah bertanya kepada Masruq, ‘Apakah Aisyah menguasai ilmu faraidh?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, aku pernah melihat para sahabat Nabi yang senior biasa bertanya kepada Aisyah tentang faraidh.’”
Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, Aisyah juga memiliki kekurangan yakni memiliki sifat mudah cemburu. Bahkan dia termasuk istri nabi yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian perasaan cemburu yang ada pada Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi sehingga tidak melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri nabi yang lain.
Di antara kejadian yang paling menggelisahkan yang pernah menimpa Aisyah adalah tuduhan keji -yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong)- yang dituduhkan kepadanya, padahal diri Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya turunlah ayat Alquran yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.
Ketika Rasulullah sakit sekembalinya dari haji Wada dan meras bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau selalu bertanya, “Dimana saya besok? Dimana saya lusa?” Hal ini mengisaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata, “Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran kami kepada Aisyah.”
Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. Aisyah berkata, “Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah.” Tak lama kemudian Rasul pu wafat di atas pangkuan Aisyah.
Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah sebagai berikut,”Rasulullah meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah melihat siwak itu, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan pada Nabi. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara bersiwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberikannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendoakan beliau dengan doa yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. Akan tetapi saat itu beliau tidak membaca doa tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas lalu membaca doa, ‘Arrufiiqol a’laa. (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi, para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin). Setelah selesai mengucapkan doa tersebut, barulah beliau wafat. Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.”
Rasulullah dimakamkan di kamar Aisyah, tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah Aisyah banyak menghabiskan waktunya dengan memberikan ta’lim, baik kepada kaum lelaki maupun wanita (di rumahnya) dsan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.

DIA ADALAH SAUDAH BINTI ZAM’AH BIN QAIS BIN ABDU SYAMS BIN ABDUD DARI SUKU QURAISY AL-AMIRIYAH. IBUNYA ADALAH ASY-SYUMUSY BINTI QAIS BIN ZAID BIN AMR DARI BANI NAJJAR. IA ADALAH WANITA YANG CERDAS DAN BERPOSTUR TINGGI BESAR. SAUDAH PERNAH MENIKAH DENGAN SAKRAN BIN AMR, SAUDARA SUHAIL BIN AMR AL-AMIRI. SAUDAH DAN SUAMINYA BESERTA DELAPAN ORANG DARI BANI AMIR LAINNYA ADALAH DI ANTARA MEREKA YANG BERHIJRAH MENINGGALKAN RUMAH DAN HARTANYA DENGAN BERLAYAR MENYEBERANGI LAUTAN DAN RELA MENEMPUHNYA MESKIPUN MAUT SIAP MENGHADANG, DEMI MENYELAMATKAN AGAMA MEREKA. SIKSAAN DAN TEKANAN YANG MEREKA RASAKAN SUDAH BEGITU HEBAT KARENA PENOLAKAN MEREKA TERHADAP KESESATAN DAN KEMUSYRIKAN. BEGITU HILANG PENDERITAAN YANG DIALAMINYA SELAMA DI PENGASINGAN DI NEGERI HABSYI, KINI DIA HARUS MERASAKAN COBAAN SEBAGAI JANDA KARENA SUAMINYA MENINGGAL.

Keadaan inilah yang membuat Nabi merasa iba kepadanya. Oleh karena itu, ketika Khaulah binti Hakim menceritakan keadaan Saudah di depan Nabi, beliau mengulurkan tangannya dengan penuh belas kasih untuk menjadikan Saudah sebagai pendamping beliau guna meringankan penderitaan yang dirasakan Saudah, apalagi saat itu Saudah sudah tua dan membutuhkan pendamping yang selalu menjaganya.
Jika kita mau menyimak catatan-catatan sejarah hidup Rasulullah, tidak seorang sahabat pun yang berani berbicara kepada Rasulullah tentang masalah pernikahan beliau setelah wafatnya Khadijah, seorang wanita suci yang beriman kepada beliau ketika orang banyak masih kafir, seorang wanita yang rela membantu beliau dengan hartanya ketika orang banyak masih enggan memberinya, dan seorang wanita yang lewat dirinyalah beliau dikaruniai puta-putri oleh Allah.
Suatu ketika Khaulah binti Hakim berinisiatif untuk menanyakan kepada Rasulullah dengan begitu hati-hati, “Tidakkah engkau ingin menikah lagi wahai Rasulullah?” dengan masih menampakkan kesedihan yang beliau rasakan, beliau menjawab, “Siapa yang bisa menggantikan Khadijah, wahai Khaulah?” Khaulah menjawab, “Jika engkau menghendaki ada yang perawan ada yang janda.” Beliau bertanya, “Siapa yang perawan?” Khaulah menjawab, “Anak seorang makhluk Allah yang paling engkau cintai, Aisyah binti Abu Bakar.” Setelah diam beberapa saat, beliau kembali bertanya, “Siapa yang janda?” Ia menjawab, “Saudah binti Zam’ah, ia adalah wanita yang telah beriman pada engkau dan berjuang bersama engkau.”
Ternyata Rasulullah menyetujui saran Khaulah. Tidak lama kemudian, beliau pun menikahi Aisyah dan Saudah pada hari yang sama. Namun saat itu yang langsung hidup serumah dengan Nabi adalah Saudah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup bersama Saudah, barulah beliau hidup serumah dengan Aisyah.
Banyak penduduk Makkah yang heran dengan pernikahan Rasulullah dengan Saudah. Mereka bertanya-tanya dengan penuh keraguan, “Bagaimana mungkin seorang janda yang telah tua dan tiadk menarik bisa menggantikan kedudukan Khadijah seorang tokoh wanita Quraisy?.” Akan tetapi, sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian, Saudah dan siapa pun tidak bisa menggantikan kedudukan Kahdijah di hati Rasululah. Rasulullah menikahi Saudah semata karena kebaikan dan sifat kasih sayang beliau.
Sementara Saudah ternyata mampu menyesuaikan dirinya selama berada dalam rumah tangga nabi. Ia mampu mengasuh dan merawat putri-putri beliau. Kelembutan dan kemanisan tutur katanya dapat menghibur hati Nabi sekaligus menggantikan wajahnya yang tidak begitu menarik dan tubuhnya yang gemuk.
Setelah tiga tahun Saudah menjadi istri Nabi satu-satunya masuklah Aisyah ke dalam rumah tangga Nabi dan seterusnya Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lainnya.
Saudah menyadari bahwa Nabi menikahi dirinya karena rasa iba dengan kondisinya setelah ditinggal mati suaminya. Hal ini terbukti ketika Nabi pernah berniat untuk menceraikan Saudah, beliau khawatir kalau hal itu akan menyakiti hatinya. Ketika Nabi menyampaikan maksudnya untuk menceraikannya tampak di wajah Saudah perasaan tertekan dan sedih. Saudah berkata, “Biarkanlah aku tetap sebagai istri engkau. Demi Allah aku tidak akan banyak menuntut sebagaimana istri-istri engkau yang lain, namun aku ingin dibangkitkan Allah sebagai istri engkau di hari kiamat.”
Begitulah Saudah, segala sesuatunya dia niatkan untuk memperoleh keridhaan suaminya yang mulia, Rasulullah Shallahu alaihi wasallam. Hal inilah yang menyebabkan ia memberikan jatah gilirannya kepada Aisyah demi menyenangkan hati Rasulullah. Sementara Rasulullah juga berkenan mengabulkan permintaan Saudah untuk beralih kepada Aisyah. Berkenaan dengan hal ini turun ayat,
QS An Nisa
128. Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz[1] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[2], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[3]. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[1] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.
[2] Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi Asal suaminya mau baik kembali.
[3] Maksudnya: tabi’at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, Kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, Maka boleh suami menerimanya.
Saudah tinggal di rumah Nabi dengan penuh keridhaan dan ketenangan serta rasa syukur karena Allah telah menjadikannya istri makhluk-Nya yang terbaik di dunia, sebagai ibunda kaum mukmin, dan sebagai istri Rasulullah kelak di surga.
Saudah binti Zam’ah wafat pada akhir masa kekhalifahan Umar bin Khathab. Aisyah berkata tentang kesannya terhadap Saudah, “Tidak ada wanita yang lebih aku senangi untuk aku tiru perangainya, selain Saudan binti Zam’ah. Ketika usianya telah udzur, Saudah berkata, “Wahai Rasulullah, aku berikan jatah giliranku untuk Aisyah, hanya saja sayangnya dia itu tipe wanita yang mudah marah.”

KHADIJAH BINTI KHUWAILID TOKOH WANITA QURAISY YANG SUCI

Dia adalah tokoh wanita sedunia pada masanya, putri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab Al Quraisyiyah Al-Asadiyah. Khadijah dikenal dengan julukan ‘wanita suci’. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga terhormat kira-kira lima belas tahun sebelum tahun gajah. Khadijah adalah seorang wanita yang berpikiran tajam, tinggi cita-cita, dan seorang yang berkepribadian luhur, sehingga banyak tokoh quraisy yang menaruh perhatian padanya.
Khadijah pernah dua kali menikah. Pertama dengan Abu Halah bin Zurarah At Tamimi yang menurunkan seorang putra bernama Halah dan seorang putri bernama Hindun. Setelah Abu Halah meninggal, Khadijah menikah lagi dengan Atiq bin A’idz bin Abdullah Al-Makhzumi. Pernikahan dengan suami kedua ini tidak berlangsung lama karena mereka akhirnya berpisah.
Selama menjadi seorang janda, banyak tokoh lelaki yang meminangnya, tapi semua pinangan itu ditolaknya dengan sopan, karena ia ingin berkonsentrasi mengasuh anak-anaknya dan mengurus usaha dagangnya, sebab Khadijah adalah saudagar yang kaya. Dia biasa memberi upah kepada kaum laki-laki yang mau meniagakan perdagangannya dengan cara bagi hasil.
Ketika sampai padanya berita tentang Muhammad –sebelum diangkat menjadi nabi- yang mempunyai sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, ia pun mempercayakan kepadanya untuk meniagakan barang dagangannya ke negeri Syam bersama pelayannya, Maisarah. Imbalan yang diberikan kepada Muhammad lebih banyak daripada imbalan yang biasa diberikan kepada orang lain.
Setelah terjadi kesepakatan, berangkatlah Muhammad bersama Maisarah ke negeri Syam. Dengan bimbingan Allah, Muhammad berhasil mendapatkan laba yang besar dan membuat Khadijah sangat gembira. Akan tetapi, sebenarnya kekaguman akan kepribadian Muhammad jauh lebih besar daripada sekadar kegembiraan karena Muhammad pulang dengan membawa laba yang banyak. Sejak saat itu dalam hati Khadijah mulai timbul perasaan simpati yang mendalam terhadap Muhammad, karena Muhammad tidak seperti laki-laki yang kebanyakan. Namun demikian, ia ragu apakah pemuda jujur dan terpercaya itu tertarik dan mau menikah dengan dirinya yang telah berumur empat puluh tahun atau tidak. Bagaimana pula dia harus bersikap dalam menghadapi kaumnya karena sebelumnya dia pernah menolak pinangan tokoh Quraisy.
Pada saat kebingungan bergejolak dalam hati Khadijah datanglah sahabatnya Nafisah binti Munabbih. Khadijah pun mengungkapkan gejolak perasaannya kepada sahabatnya itu. Dengan kecerdasannya, Nafisah mampu menangkap arah pembicaraan Khadijah. Nafisah pun menghibur dan menenangkan Khadijah seraya mengingatkan bahwa ia adalah wanita yang memiliki segalanya. Ia terhormat, berketurunan bangsawan, kaya, dan cantik. Nafisah menguatkan pendapatnya dengan kenyataan bahwa banyak laki-laki bangsawan yang meminangnya.
Setelah itu Nafisah pergi menemui muhammad untuk menanyakan langsung perihal perasaan Khadijah kepadanya. Nafisah bertanya kepada Muhammad: “Wahai Muhammad, apa yang menghalangimu untuk menikah?” Muhammad menjawab, “Aku tidak mempunyai apa-apa untuk menikah.” Nafisah tersenyum lalu berkata, “Seandainya ada yang mau mencukupimu dan engkau diminta untuk menikahi seorang wanita yang kaya, cantik, dan terhormat, apakah kamu mau?” beliau kembali bertanya, “Tetapi siapakah dia?” Nafisah segera menjawab, “Khadijah binti Khuwailid.” Muhammad pun menjawab, “Jika ia setuju, aku akan menerimanya.”
Nafisah segera menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut. Sementara itu Muhammad juga memberitahukan kepada paman-pamannya tentang keinginannya untuk menikah dengan Sayyidah Khadijah. Selanjutnya Abu Thalib, Hamzah, dan paman nabi yang lain pergi bersama menemui Khadijah, Amr bin Asad, untuk meminang putri saudara Amr itu bagim Muhammad dan menyerahkan maharnya.
Ketika akad berlangsung, Khadijah menyembelih beberapa ekor ternak untuk dibagikan kepada fakir miskin. Ia juga mempersilakan dan mengundang kerabat dan handai taulannya datang ke rumahnya. Di antara mereka yang hadir itu ada Halimah As-Sa’diyah. Ia datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya itu. Setelah selesai Halimah pun membawa empat puluh ekor kambing sebagai hadiah dari Khadijah kepada wanita yang pernah menyusui Muhammad, suaminya tercinta.
Sejak saat itu, tokoh wanita Quraisy yang suci itu resmi menjadi teladan paling agung dan paling mengagumkan sebagai seorang istri yang mencintai suaminya. Khadijah rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi orang yang dicintainya. Di antara pengorbanannya terlihat ketika Khadijah melihat suaminya senang dengan budak miliknya Zaid bin Haritsah, ia pun memberikannya kepada Muhammad. Ketika suaminya berhasrat mengajak salah seorang anak pamannya, Ali bin Abu Thalib tinggal di rumahnya, ia pun dengan lapang dada menyetujuinya. Bahkan dia memberikan keleluasaan kepada Ali di rumahnya agar bisa meneladani akhlak suaminya.
Allah memberikan kepada rumah tangga bahagia ini berbagai nikmat. Mereka dikaruniai beberapa orang anak laki-laki dan perempuan yaitu Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum, dan Fathimah. 1
Allah juga mengaruniakan Muhammad sifat gemar berkhalwat sehingga tidak ada aktivitas yang lebih disenanginya selain berkhalwat sendirian. Beliau beribadah di gua Hira selama sebulan penuh setiap tahunnya. Beliau bermalam di sana sampai beberapa hari, padahal bekal yang dibawanya hanya sedikit. Apa yang beliau lakukan ini berbeda jauh dengan apa yang dilakukan penduduk Makkah pada umumnya yang terlena dalam perbuatan dosa, kesia-siaan, penyembahan berhala, dan lain-lain.
Walaupun aktivitas khalwat yang dilakukan Muhammad terkadang harus menjauh dari istrinya, sebagai istri, Khadijah tidaklah bersempit dada dalam menyikapinya. Ia pun tidak mengeruhkan kejernihan pikiran suaminya dan memberikan ketenangan selama suaminya berada di rumah. Ketika suaminya sudah berangkat ke gua, kedua mata Khadijah dari jauh selalu terbayang akan keberadaan suaminya. Bahkan kadang-kadang ia mengirim seseorang untuk menjaga dan mengawasinya tanpa bermaksud mengganggu khalwatnya.2
Kebiasaan berkhalwat di gua Hira ini terus dilakukan Muhammad sesuai kehendak Allah kepadanya, sampai suatu ketika pada bulan Ramadhan, Jibril datang membawa wahyu dari Allah.3 Sepeninggal Jibril, beliau pulang pada kegelapan fajar dalam keadaan takut, pucat, dan menggigil. Sesampainya di rumah, beliau langsung berkata kepada istrinya, “Selimuti aku! Selimuti aku!.”
Setelah Khadijah menanyakan hal apa yang sebenarnya telah terjadi pada diri beliau, beliau berkata, “Wahai Khadijah, sesungguhnya aku mengkhawatirkan diriku.” Dengan penuh percaya diri dan yakin, sang istri tercinta yang berpikiran cerdas itu menjawab, “Allah tentu akan menjaga kita, wahai Abu Qasim. Bergembiralah, wahai anak paman, dan teguhkanlah hatimu! Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku berharap engkaulah yang akan menjadi nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, karena engkau selalu menyambung silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menghormati tamu, dan selalu membantu meringankan musibah orang lain di jalan yang benar.4 Ketulusan tutur kata Khadijah itu membuat hati Nabi tenang dan tenteram karena istrinya mempercayai apa yang terjadi pada dirinya.
Sikap sang istri yang berpikiran cerdas dan amat bijaksana itu tidaklah berhenti hanya sampai disitu. Khadijah segera mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal dan menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita tersebut, Waraqah langsung berseru, “Quddus, Quddus!” (Mahasuci, Mahasuci!) “Demi Dzat yang jiwa Waraqah berada dalam kekuasaan-Nya, jika engkau mempercayaiku, wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang wahyuyang Mahabesar, sebagaimana pernah datang pada nabi Musa dan Isa alaihimussalam. Sesungguhnya Muhammad akan menjadi nabi bagi umat ini. Katakanlah kepadanyasupaya ia tetap tegar.”5 Khadijah segera kembali ke rumahnya untuk menyampaikan kabar gembira tersebut kepada suaminya. Setelah itu Khadijah mengajak nabi untuk menemui Waraqah dengan maksud agar beliau mendengar langsung dari Waraqah tentang peristiwa yang dialaminya di gua Hira. Sesampainya nabi bersama Khadijah di rumah Waraqah bin Naufal, beliau kembali menceritakan peristiwa yang dialaminya. Waraqah pun berseru, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sungguh engkau menjadi nabi umat ini dan engkau pun akan didustakan, disakiti, diusir, dan diperangi. Seandainya aku masih hidup pada saatnya nanti, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenagaku.” Waraqah pun mendekati nabi dan mencium ubun-ubunnya.
Setelah mendengar perkataan Waraqah yang demikian itu, beliau bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya, karena tidak seorang pun yang datang membawa risalah seperti yang engkau bawa ini, melainkan ia akan dimusuhi. Alangkah baiknya kalau aku menjadi muda lagi dan alangkah baiknya kalau pada saatnya nanti aku masih hidup.” Namun tak lama kemudian Waraqah wafat.6
Keterangan Waraqah tersebut telah membuat hati nabi merasa tenang, sebab beliau sudah mengetahui bahwa sejak awal dakwahnya nanti, beliau akan menghadapi berbagai rintangan dan hambatan, dan itulah sunnatullah yang pasti berlaku bagi semua nabi dan para penyeru kepada jalan Allah. Dengan demikian, setiap penghinaan dan ejekan yang dilontarkan orang musyrik, beliau hadapi dengan sabar dan ikhlas semata-mata mencari ridha Allah Taala.
Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alahi wasallam.7 Istri mukminah yang besar cintanya ini pun tampil memberikan segenap bantuan dan pertolongan pada Nabi Shallallahu alahi wasallam sang suami tercinta. Dengan setia dia menolong suaminya dalam menanggung beban yang amat berat akibat ejekan dan penghinaan yang begitu kejam, sehingga berkat bantuannya, Allah pun menjadikan semua ini terasa ringan bagi nabi. Tidak ada kesedihan dan kegundahan yang beliau sampaikan, melainkan Allah menjadikan semua itu terasa ringan oleh nabi berkat kepiawaian Khadijah, karena setiap kali nabi pulang menemui Khadijah, Khadijah selalu memotivasi dan menguatkan hati nabi, dan mengatakan kepada nabi bahwa semua rintangan yang datang dari orang kafir itu ringan.
Suatu ketika tatkala nabi dalam keadaan berselimut, turunlah wahyu Allah kepada beliau melalui malaikat Jibril,
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
(Alquran, Surat Al Mudatsir : 1-7)
Sejak ayat ini diturunkan, berarti beliau telah memulai sebuah fase kehidupan baru yang penuh dengan berkah sekaligus penuh dengan berbagai kesukaran and rintangan yang sudah siap menghadang. Beliau juga memberitahukan kepada Khadijah bahwa waktu tidur an istirahat sudah habis dan sekarang waktunya untuk menyampaikan risalah Allah apapun yang terjadi.
Khadijah turut membantu dakwah Rasulullah untuk mengajak kaumnya masuk Islam, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Islamnya bekas budaknya, Zaid dan empat anak perempuannya sendiri merupakan hasil pertama dakwah Khadijah.
Sejak saat itu kaum muslim mulai menghadapi berbagai bentuk gangguan. Khadijah tampil bagaikan gunung yang berdiri tegar. Hal ini karena ia memahami betul firman Allah,
1. Alif laam miim[1144]
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?
(Alquran, Surat Al Ankabut: 1-2)
Di antara ujian Allah yang menimpanya adalah kematian dua anak laki-lakinya yang masih kecil, yaitu Qasim dan Abdullah. Akan tetapi, ia tetap sabar dan ikhlas menerimanya. Khadijah juga menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri matinya seorang syahidah pertama dalam Islam (Sumayyah). Sumayyah harus meregang nyawa di tangan para thagut karena mempertahankan imannya hingga menghembuskan nafas terakhir sebagai wanita yang mulia dan terhormat.
Khadijah juga harus rela meninggalakan dan berpisah dengan putri dan belahan hatinya, Ruqayyah, istri Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu, karena harus berhijrah ke negeri Habsyi untuk menyelamatkan agamanya dari gangguan kaum musyrik.
Khadijah telah melihat dan mengalami masa-masa sulit yang penuh dengan teror dan penyiksaan. Namun demikian hati wanita mujahidah ini sama sekali tak pernah kenal putus asa. Setiap langkahnya selalu merefleksikan firman Allah,

186. Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan.
(Alquran, Ali Imran : 186)
Sebelum terjadinya semua rentetan cobaan dan ujian itu, Khadijah juga telah menyaksikan sikap suaminya yang selalu sabar dan ikhlas dalam menghadapi berbagai cobaan yang ditemuinya di jalan dakwah. Bahkan dengan berbagai cobaan yang ditemuinya itu, nabi malah makin bertambah kesabaran dan keteguhannya. Beliau menolak semua harta keduniawian yang menggiurkan tetapi rendah nilainya, yang ditawarkan kepada beliau dengan syarat ditukar akidah. Beliau tetap tegar dan tidak bergeser sedikit pun dari ketetapannya untuk terus menyampaikan kebenaran. Bahkan beliau menanggapi bujuk rayu kaumnya yang disampaikan melalui pamannya, Abu Thalib, dengan perkataan, “Demi Allah, wahai paman, sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini (menyeru kepada agama Allah), sekali-kali aku tidak akan meninggalkan sampai Allah memenangkan agama ini atau aku harus binasa karenanya.8
Demikianlah Khadijah selalu mencontoh suaminya, sang teladan paling agung dan figur yang amat teguh dalam mempertahankan keimanan. Karenanya, ketika kaum Quraisy mengumumkan pemboikotan terhadap kaum muslim secara politik, ekonomi, dan sosial, yang mana dokumen pemboikotan tersebut digantungkan di dalam Ka’bah,9 tanpa bimbang Khadijah bergabung bersama kaum muslim di kubu Abu Thalib, walaupun harus menjauh dari kabilahnya yang ia cintai. Dengan penuh kesabaran, ia menjalani masa boikot yang menyusahkan itu selama tiga tahun bersama nabi dan para sahabat yang lain, hingga akhirnya dokumen pemboikotan itu hancur dimakan rayap atas pertolongan Allah berkat adanya keimanan yang tulus dan keteguhan yang tidak mengenal lelah. Bahkan dalam masa boikot ini, Khadijah mengeluarkan segala yang dimilikinya untuk meringankan beban yang menimpa kaum muslim, padahal saat itu dia sudah berusia 65 tahun.
Setelah enam bulan dari berakhirnya masa pemboikotan ini, wafatlah paman nabi, Abu Thalib. Tidak berapa lama kemudian mujahidah yang ikhlas ini pun meninggal. Kedua musibah ini terjadi tiga tahun sebelum hijrah.10 Begitu besar cobaan bertubi-tubi yang dialami nabi. Dalam waktu hampir bersamaan, beliau harus kehilangan tulang punggung dakwah islamiyah.11
Demikianlah, jiwa yang tenang ini wafat setelah menjalankan tugasnya sebagai teladan dalam mendakwahkan agama Allah dan berjihad di jalan-Nya. Ia adalah seorang istri yang amat bijaksana yang pandai mengatur segala urusan dan begitu besar pengorbanannya di jalan dakwah, dan semuanya ia berikan guna mengharap ridha Allah dan kerelaan Rasul-Nya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kalau ia mendapat salam dari Allah dan mendapat kabar gembira bahwa untuknya akan dibuatkan sebuah istana di surga yang terbuat dari mutiara, yang penuh dengan ketentraman dan kenyamanan di dalamnya.12 Karena itu pula Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik wanita surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ya Allah, ridhailah Khadijah binti Khuwailid, seorang tokoh wanita yang suci, seorang istri yang amat setia dan tulus, dan seorang mukminah yang telah berjuang membela agamanya dengan segala harta yang dimilikinya. Semoga Allah memberikan kepadanya sebaik-baik balasan (surga) atas apa yang telah dipersembahkannya untuk Islam dan kaum muslimin.
1 Baca As-Sirah Ibnu Hisyam, juz 1 hal 202 dst.
2 As-Sirah, juz 1 hal 249 dst.
3 As-Sirah, juz 1 hal 250
4 Baca As-Sirah, juz 1 hal 253; Tarikhut Thabari juz 2 hal 205, dan Al Ishabah juz 8 hal 200.
5 Baca As-Sirah, juz 1 hal 254 dan Tarikhut Thabari juz 2 hal 206. Hadits yang menceritakan peristiwa ini terdapat dalam Shahih Bukhari, pada awal pembahasan tentang wahyu, juz 1 hal 3 dan Shahih Muslim, dalam Kitab Iman, bab Mula-mula wahyu diturunkan, juz 1 hal 139. keduanya bersumber dari Aisyah radhiyallahu anha.
6 Ibid.
7 As-Sirah, juz 1 hal 257
8 As-Sirah, juz 1 hal 385
9 As-Sirah, juz 1 hal 385; Tarikhut Thabari juz 2 hal 228
10 Al Ishabah juz 8 hal 62 dan Siyar A’lamin Nubala, juz 2 hal 117
11 As-Sirah, juz 2 hal 57; Tarikhut Thabari juz 2 hal 229
12 Baca hadits selengkapnya tentang hal ini dalam Shahih Al Bukhari, Kitab Keutamaan para sahabat, bab Pernikahan nabi dengan Khadijah dan keutamaannya, dan Shahih Muslim, Kitab Keutamaan para sahabat, bab Keutamaan Khadijah, Ummul Mukminin Radhiyallahu anha.
“Wanita Teladan, Istri-istri, Putri-putri, dan Sahabat Wanita Rasulullah, Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Musthafa Abu Nashr Asy-Syilbi, Irsyad Baitus Salam, Bandung.
Beliau meupakan wanita agung yang telah mengandungkan nutfah yang mulia Saidina Muhammad Saw. Berketurunan Bani Asad Ibn Abd ‘Uzza. Telah dipertemukan Allah jodohnyadengan Abdullah Ibn Abdul Muttallib, pembesar Quraisy. Abdullah Ibn Abdul Mutallib adalah seorang pemuda yang kacak, diceritakan dicelah kedua kening beliau terpancarnya cahaya dengan cahaya nubuwwah sebagai petanda yang beliau bakal menjadi bapa kepada segala penghulu anbiya’.
    Abdullah adalah anak yang paling disayangi oleh Abdul Muttallib. Tatkala sumpah ayahnya untuk menyembelih salah seorang anaknya sebagaimana lazim adat jahiliyyah pada ketika itu jatuh keatas Abdullah, lantas diganti dengan seratus ekor unta sebagai menggantikan nyawa Abdullah anak yang paling dikasihi.
    Sesungguhnya Allah telah berfiman di dalam surah Ali-Imran yang bermaksud:Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Sebagai satu keturunan yang sebahagiannnya (keturunan) dari yang lain. Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Istri Nabi yang paling banyak sedekahnya

Zainab binti Jahsy adalah putri dari bibi Rasulullah yang bernama Umaymah binti Abdul Muthalib bin Hasyim. Zainab adalah seorang wanita yang cantik jelita dari kaum bangsawan yang terhormat. Dipandang dari ayahnya, Zainab adalah keturunan suku Faras yang berdarah bangsawan tinggi.
Ia dinikahkan Rasulullah dengan anak angkat kesayangannya Zaid bin Haritsah. Tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama, mereka akhirnya bercerai. Kemudian Allah memerintahkan Nabi Muhammad S.A.W untuk menikahi Zainab. "Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya ( menceraikannya ). Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu`min untuk ( mengawini ) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adapun ketetapan Allah itu pasti terjadi." (Q.S.33:37 )

Bukhori meriwayatkan dari Anas, Zainab sering berkata, "Aku berbeda dari istri-istri Rasulullah S.A.W yang lainnya. Mereka dikawinkan oleh ayahnya, atau saudaranya, atau keluarganya, tetapi aku dikawinkan Allah dari langit."
Zainab adalah seorang wanita berhati lembut dan penuh kasih sayang, suka menolong fakir miskin dan kaum lemah. Dia senang sekali memberi sedekah, terutama kepada anak yatim.
Rasulullah pernah bersabda kepada istrinya, "Yang paling dahulu menyusulku kelak adalah yang paling murah tangannya." Maka berlomba-lombalah istri beliau memberikan sedekah kepada fakir miskin. Namun tak ada yang bisa mengalahkan Zainab dalam memberikan sedekah. Dari Aisyah r.a berkata, "Zainab binti Jahsy adalah seorang dari istri-istri Nabi yang aku muliakan. Allah S.W.T menjaganya dengan ketaqwaan dan saya belum pernah melihat wanita yang lebih baik dan lebih banyak sedekahnya dan selalu menyambung silaturahmi dan selalu mendekatkan dirinya kepada Allah selain Zainab."

Mengapa ?, apakah karena Rasulullah memberikan belanja yang berlebih terhadap Zainab ? Tidak, Rasulullah S.A.W tidak pernah berbuat seperti itu. Lalu dari manakah Zainab mendapatkan uang untuk sedekah ? Ia memiliki berbagai macam keahlian. Ia bisa menyamak kulit, memintal serta menenun kain sutra, hasilnya dijual dan disedekahkan. Hal itulah yang menyebabkan wanita cantik istri Rasulullah ini bersedekah lebih banyak dari yang lainnya.
Setelah Rasulullah wafat, Zainab memperbanyak usahanya, agar bisa melipat gandakan uang yang diterimanya. Ketika ia mendapat bagian harta dari Baitul Mal dimasa kholifah Umar r.a dia berdoa, "Ya Allah janganlah harta ini penyebab fitnah." Segera ia bagikan harta itu kepada yatim piatu dan fakir miskin. Mendengar itu Umar r.a mengirim lagi, tetapi Zainab membagi - bagikannya lagi kepada yatim piatu dan fakir miskin. Wanita pemurah itu wafat pada tahun 44 H pada masa Kholifah Muawiyah. Wallahu a`lam.

( Disarikan dari Shifatush Shofwah, Ibnu Jauzi dan Qishhshu An-Nisa Fi Al Qur`an Al-Karim, Jabir Asyyaal )
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


khadijah Binti Khuwailid radhiallâhu 'an

Khadijah Binti Khuwailid radhiallâhu 'an Beliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin 'A'id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai.

Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang yang kaya raya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi'tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.

Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?

Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.

Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:

Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?

Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .

Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?

Muhammad : Siapa dia ?

Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid

Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.

Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa'diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.

Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu 'anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam .

Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.

Kemudian Allah Ta'ala menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq menyukai Khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira' sebulan penuh pada setiap tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain –lain.

Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu suaminya yang sedang menyendiri.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan beliau di dalam gua Hira' pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu.Selanjutnya beliay Nabi Saw keluar dari gua menuju rumah beliau dalam kegelapan fajar dalam keadaaan takut, khawatir dan menggigil seraya berkata: "Selimutilah aku ….selimutilah aku …".

Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menjawab:"Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku".

Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: "Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.

Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.

Namun hal itu belum cukup bagi seorang istri yang cerdas dan bijaksana, bahkan beliau dengan segera pergi menemui putra pamannya yang bernama waraqah bin Naufal, kemudian beliau ceritakan perihal yang terjadi pada Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam . Maka tiada ucapan yang keluar dari mulutnya selain perkataan: "Qudus….Qudus…..Demi yang jiwa Waraqah ada ditangan-Nya, jika apa yang engkau ceritakan kepadaku benar,maka sungguh telah datang kepadanya Namus Al-Kubra sebagaimana yang telah datang kepada Musa dan Isa, dan Nuh alaihi sallam secara langsung.Tatkala melihat kedatangan Nabi, sekonyong-konyong Waraqah berkata: "Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, Sesungguhnya engkau adalah seorang Nabi bagi umat ini, pastilah mereka akan mendustakan dirimu, menyakiti dirimu, mengusir dirimu dan akan memerangimu. Seandainya aku masih menemui hari itu sungguh aku akan menolong dien Allah ". Kemudian ia mendekat kepada Nabi dan mencium ubun-ubunnya. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Apakah mereka akan mengusirku?". Waraqah menjawab: "Betul, tiada seorang pun yang membawa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada yang menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu …kalau saja aku masih hidup…". Tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.

Menjadi tenanglah jiwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan Waraqah, dan beliau mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat permulaan berdakwah, banyak rintangan dan beban. Beliau juga menyadari bahwa itu adalah sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang mendakwahkan dien Allah. Maka beliau menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Allah Rabbul Alamin, dan beliau mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi.

Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.

Beliau adalah seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan juga beriman, berdiri mendampingi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban Nabi-Nya.Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau kembali ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam. Dan ayat-ayat Al-Qur'an juga mengikuti (meneguhkan Rasulullah), Firman-Nya:

"Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-Mu, bersabarlah!"(Al-Muddatstsir:1-7).

Sehingga sejak saat itu Rasulullah yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis. Khadijah radhiallâhu 'anha turut mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau. Diantara buah yang pertama adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat putrinya semoga Allah meridhai mereka seluruhnya.

Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya,akan tetapi Khadijah berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Beliau wujudkan Firman Allah Ta'ala:

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman' , sedangkan mereka tidak diuji lagi?" . (Al-'Ankabut:1-2).

Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh kemuliaan.

Beliau juga harus berpisah dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan radhiallâhu 'anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau laksanakan setiap saat apa yang difirmankan Allah Ta'ala :

"Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan ". (Ali Imran:186).

Sebelumnya, beliau juga telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin ash-Shiddiq yang mana beliau berdakwah di jalan Allah, namun beliau menghadapi segala musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatannya. Beliau campakkan seluruh bujukan kesanangan dunia yang menipu yang hendak ditawarkan dengan aqidahnya. Dan pada saat-saat itu beliau bersumpah dengan sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran yang belum pernah dikenal orang sebelumnya dan tidak bergeming dari prinsipnya walau selangkah semut. Beliau bersabda: "Demi Allah wahai paman! seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenannya".

Begitulah Sayyidah mujahidah tersebut telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka'bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga Allah meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah.

Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.

Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya. Dalalm hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemamapuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid".

Ya Allah ridhailah Khadijah binti Khuwailid, As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari perbendaharaan dunia. Semoga Allah memberikan balasan yang paling baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer


Hb. Abdul Rahman Bukit Duri

Habib Abdur Rahman bin Ahmad bin Abdul Qadir as-Seggaf rahimahUllah adalah seorang ulama dan waliyUllah yang dilahirkan di Cimanggu, Bogor pada tahun 1908. Beliau yang mesra dengan dipanggil sebagai "walid", adalah seorang anak yatim yang miskin di mana ayahanda beliau al-Habib Ahmad as-Seggaf wafat ketika beliau masih kecil. Namun kemiskinan tidak menghalang beliau untuk menuntut ilmu pengetahuan dan menguasainya. Beliau menimba ilmu di Jami`at al-Khair, di samping dengan para ulama di tempatnya. Antara guru beliau adalah Habib 'Abdullah bin Muhsin al-'Aththas (Habib Keramat Empang Bogor), Habib 'Alwi bin Thohir al-Haddad (mantan Mufti Johor), Habib 'Alwi bin Muhammad bin Thohir al-Haddad, Habib 'Ali bin Husain al-'Aththas (Habib Ali Bungur), Habib 'Ali bin Abdul Rahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang), KH Mahmud Betawi dan KH 'Abdullah bin Nuh, rahimahumUllahu jami`an.

Habib 'Abdur Rahman mempunyai kecintaan yang luar biasa kepada ilmu. Beliau sanggup menjalani perjalanan yang jauh dan sukar semata-mata untuk menghadiri majlis-majlis ilmu. Semasa menuntut ilmu, Habib Abdur Rahman sangat tekun dan rajin, itulah sebabnya beliau mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa menjadikan beliau menguasai semua bidang ilmu agama. Justru itu, beliau amat disayangi para gurunya dan menjadi kebanggaan mereka.

Setelah mencapai usia dewasa, Habib Abdur Rahman diberi kepercayaan menjadi tenaga pengajar di madrasahnya. Disinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Beliau menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdur Rahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain. Belakangan beliau berpindah ke Bukit Duri dan berbekal pengalaman yang luas, beliau pun mendirikan madrasah sendiri yang dinamakan Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih ada di Bukit Duri, Jakarta.

Sebagai ulama sepuh yang sangat alim, beliau sangat disegani dan menjadi contoh tauladan. layak diteladani. Selain gigih mendidik dan mengajar, beliau juga produktif menulis. Kitab-kitab karyanya tidak sebatas satu macam ilmu agama, melainkan juga mencakup berbagai macam ilmu, mulai dari Tauhid, Tafsir, Akhlaq, Fiqih hingga Sastra. Bukan hanya dalam bahasa Arab, tapi juga dalam bahasa Melayu dan Sunda yang ditulis dengan huruf Arab - dikenal sebagai huruf Jawi atau pegon. Antaranya karya beliau adalah:-
(i) Hilyatul Janan fi Hadyil Qur`an;
(ii) Safinatus Sa`id;
(iii) Misbahuz Zaman;
(iv) Bunyatul Ummahat;
(v) Untaian Syair Bunga Melati;
dan lain-lain lagi.
Pada hari Isnin 7 Rabi`ul Awwal 1428H / 26 Mac 2007, Habib 'Abdur Rahman telah kembali ke rahmatUllah dalam usia sepuh. Dan keesokan harinya jenazah beliau diiringi lautan pelayat d dikebumikan di belakang makam guru beliau, Habib 'Abdullah bin Muhsin al-'Aththas. Moga rahmat Allah sentiasa dilimpahkan atas beliau ... al-Fatihah.


************************************************
Cuplikan dari "Untaian Syair Bunga Melati".

Puji dan syukur Lillahi Akbar
Atas nikmatnya kecil dan besar
Sholawat akmal beserta salam
Di atas Nabi Pelita Alam

Dan atas keluarganya Nabi
Fathimah, Hasan, Husein dan Ali
Dan turunannya Hasan dan Husein
Hingga kiamat beserta Qur`an

Sebelum sesuatu terjadi
Allah jadikan cahyanya Nabi
Allah jadikan dari cahya-Nya
Nur Nabi Muhammad kekasih-Nya

Dan segenap para Nabi
Dijadikan dari cahaya Nabi
Demikian pun Arsy dan Kursi
Loh, Qalam, Syurga, Bidadari

Dan langit, bumi, bulan dan bintang
Dan matahari yang sangat terang
Dan lain-lain makhluknya Rabbi
Asal mula dari cahaya Nabi

Jika tak kerna wujudnya Nabi
Tak ada Syurga dan Bidadari
Tak ada Arsy, Loh dan Qalam
Tak ada Kursi tak ada alam

Tak ada dunia, langit dan bumi
Tak ada bulan, bintang dan matahari
Tak ada malam, tak ada siang
Tak ada gelap, tak ada terang

Tak ada manusia dan hewan
Tak ada emas, perak, intan, berlian,
Seluruh itu Allah siapkan
Kerna Nabi akan dizahirkan

Dizahirkan Nabi kerna rahmat
Bagi seluruh alam dan umat



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer