Definisi Sholat Istikhoroh
Kata istikhoroh dalarn bahasa Arab yang maknanya adalah الاستخارة yaitu maksud mencari yang lebih baik. (Lihat Lisanul Arab 4/259 cet. Dar Ihya at-Turots Th. 1419H, dan al-Mu’jam al-Wasith 1/261)
Manakala yang dimaksudkan Sholat Istikhoroh dari sudut istilah syar’i adalah sholat yang dilakukan untuk memilih yang lebih baik dari beberapa hal yang hendak dilakukan atau ditinggalkan. (Asal perkataan ini oleh Muhammad Syamsul Haq al-Adhim al-Abadi dalam Aunul Ma’bud 4/277, dan diringkaskan dari Nailul Author 2/297, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab 3/377, Tuhfatul Ahwadzi 2/482, dan Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/215)
Hukum Sholat Istikhoroh
Para ulama bersepakat bahawa sholat Istikhoroh hukumnya sunnah dan tidak wajib sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi, Imam as-Syaukani, al-‘Iraqi dan lainnya. Perkataan bahwa solat Istikhoroh tidak wajib telah dikatakan sendiri oleh Rosulullah dalam hadis-hadis yang sahih dan oleh karenanya para ulama mengatakan hukum sholat Istikhoroh adalah sunnah/tidak wajib, mereka membawakan hadits-hadits yang sahih seperti hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari:
Dan Jabir bin Abdullah beliau berkata: “Nabi mengajari kami (sholat) istikhoroh dalam segenap perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat-surat al-Qur’an”, beliau bersabda: “Apabila di antara kalian berkeinginan/bermaksud terhadap suatu perkara, hendaklah sholat sunnah dua rakaat bukan termasuk wajib, kemudian berdoa (Lihat hadits ini) :
:دعاء صلاة الاستخارة
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَاالاسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ : إذَا هَمَّ أَحَدُكُمْبِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ: (اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ,وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلاأَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتك)خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي (أَوْ قَالَعَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) , فَاقْدُرْهُلِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسميحاجتكشَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي (أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ) ,فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِوَيُسَمِّيحَاجَتَهُ وَفِي رواية ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ
((11رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (66))
Doanya:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِفَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتكخَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي,فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هناتسمي حاجتك ) شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِيفَاصْرِفْهُ عَنِّيوَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ
Atau:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِفَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهَذَا الأَمْرَ (هنا تسمي حاجتكخَيْرٌ لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاقْدُرْهُ لِيوَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (هنا تسميحاجتك ) شَرٌّ لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيالْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon pilihan kepadamu dengan pengetahuanmu, aku memohon keputusanmu dengan kekuasaanmu dan aku memohon kepadaMu dengan keutamaamu yang besar. Sesungguhnya engkau berkuasa dan aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah, Apabila Engkau mengetahui bahawa urusan ini [dinyatakan hajatnya] baik bagiku dalam agamaku, penghidupanku dan akhir urusanku (masa dekat dan masa depan urusanku), maka takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku kemudian berkatilah aku didalamnya. Apabila Engkau mengetahui bahawa urusan ini buruk bagiku dalam agamaku, penghidupanku dan akhir urusanku, (masa dekat dan masa depan urusanku), maka singkirkanlah ia dariku atau singkirkanlah aku darinya, dan takdirkanlah kebaikan bagiku dimana jua, kemudian jadikanlah aku redha dengannya”. (Hadis Riwayat Bukhari,1166)Bilakah Disunnahkan/Dituntut Melakukan Sholat Istikhoroh
Disyari’atkan/disunnahkan/dituntut melakukan sholat Istikhoroh apabila seseorang berkehendak melakukan atau meninggalkan suatu perkara baik perkara besar atau kecil, dan dia mendapati keraguan, kesamaran atau ketidaktahuan akibat baik atau buruk baginya di masa yang akan datang, seperti pernikahan, safar (bepergian), hutang-piutang, jual-beli, sewa-menyewa, membuka usaha, atau seumpamanya.
Al-Mubarakfuri berkata (Dinukil secara ringkas dari Tuhfatul Ahwadzi oleh al-Mubarakfuri, 2/482): “Perkataan Jabir bin Abdullah: “Rasulullah mengajari kami sholat Istikhoroh dalam segenap perkara…” menunjukkan bahawa sholat Istikhoroh disyariatkan ketika menghadapi semua perkara, baik kecil atau besar, dan seseorang tidak boleh meremehkan suatu perkara, walaupun menurutnya ia remeh, sehingga meninggalkan syari’at sholat Istikhoroh, dan melakukan perkara yang dianggap remeh padahal akibatnya sangat besar baginya baik keuntungan atau kerugian, atau manfaat dan madharatnya.”
Muhammad Syamsul Haq al-Adhim al-Abadi berkata (Dinukil secara ringkas dan Aunul Ma’bud 4/278): “Perkataan Nabi: “Apabila ada di antara kalian berkeinginan/bermaksud…,” menunjukkan bahwa sholat Istikhoroh disyariatkan bagi siapa saja yang benar-benar bermaksud melakukan atau meninggalkan apa yang terlintas dibenaknya tetapi dia tidak mengetahui akibatnya, bukan bererti setiap yang terlintas dibenaknya. Apabila setiap yang terlintas dibenaknya harus sholat Istikhoroh, maka setiap waktu seseorang harus solat Istikhoroh sehingga waktunya habis hanya untuk sholat Istikhoroh, akhimya ibadah yang lain ditinggalkan, dan kegiatan lain yang bermanfa’at pun terabaikan lantaran setiap orang selalu terlintas dibenaknya berbagai masalah setiap saat.”
Sholat Istikhoroh hanya dilakukan apabila seseorang ragu atau tidak tahu akibat dan perkara yang akan dilakukan atau ditinggalkan, adapun perkara yang sudah diketahui akibat baiknya atau akibat buruknya, maka tidak disyari’atkan untuk sholat Istikhoroh, lantaran maksud dari istikhoroh adalah mencari yang lebih baik dari suatu perkara. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/511-512)
As-Sayyid Sabiq berkata: “Istikhoroh hanya disyariatkan pada masalah yang asal hukumnya mubah, adapun perkara yang wajib atau sunnah, maka sudah diketahui bahwa hal itu berakibat baik, diperintahkan untuk dilaksanakan dan berpahala. Demikian juga perkara yang haram dan makruh, maka hal itu sudah diketahui bahwa akibatnya buruk dan diperintahkan untuk meninggalkannya, serta diancam dengan adzab Allah. Dan sini kita mengetahui bahwa tidak disyari’atkan sholat Istikhoroh dalam perkara wajib, sunnah, haram dan makruh, karena semua itu telah jelas akibat baik dan buruknya”. (Dinukil secara bebas dari Fiqh as-Sunnah 1/199, demikian juga dikatakan oleh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam Bahjah an-Nadhirin Syarh Riyadh as-Sholihin, 2/43)
Sholat Istikhoroh boleh dilakukan untuk perkara wajib atau sunnah, tetapi bukan dilakukan untuk mencari akibat baik atau buruk dan perkara yang wajib atau sunnah tersebut (lantaran akibat dan perbuatan wajib dan sunnah sudah jelas baik, dan berpahala), hanya saja dilakukan seperti untuk menentukan waktu terbaik pelaksanaan perkara wajib, atau ingin mendahulukan yang terbaik dari beberapa perkara sunnah yang hendak ia lakukan.
Suatu contoh, seseorang yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, maka ia tidak perlu beristikhoroh untuk menentukan apakah qadha’ puasa baginya baik atau buruk, kerana sudah jelas hukum mengqadha’ puasa Ramadhan adalah wajib dan berpahala, tetapi ia dapat beristikhoroh apabila ragu menentukan hari untuk mengqadha’ puasanya.
Antara Istikhoroh Dan Musyawarah
Istikhoroh adalah perkara yang disyariatkan sebagaimana musyawarah juga disyariatkan, sebagaimana firman-Nya;

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُعَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَيُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segenap perkara. Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (QS. Ali Imran 3: 159)Syaikh ibnu Utsaimin berkata:
Istikhoroh (meminta yang terbaik) itu kepada Allah, sedangkan musyawarah itu meminta pendapat kepada orang-orang yang sholih atau kepada mereka yang berilmu dalam urusan yang dihadapi. Oleh kerana itu disyaratkan bagi orang yang hendak bermusyawarah untuk memilih orang yang mempunyai dua kriteria, yaitu:
Pertama, dia adalah seorang yang bijak (mampu membantu dan memberi pendapat yang baik). Hal ini lantaran seorang yang bermusyawarah memerlukan pandangan yang baik dan paling sesuai/benar untuk kemaslahatan (kebaikan) dirinya di dunia atau di akhirat.
Kedua, dia adalah seorang yang sholih (menjaga agamanya). Lantaran orang yang tidak sholih adalah orang yang tidak menjaga agamanya dan biasanya tidak menjaga amanah dan rahsia orang lain walaupun orang tersebut bijaksana (memiliki pendapat yang bernas).
Apabila setelah melaksanakan sholat dan doa istikhoroh tetapi tidak tampak mana yang lebih baik, maka dianjurkan bermusyawarah dengan orang yang soleh dan bijaksana. Kemudian apa yang disarankan kepadanya insya Allah itulah yang lebih baik baginya, karena suatu saat Allah tidak menampakkan kepada seseorang suatu kebaikan dan tidak menjadikan hati seseorang condong/cenderung kepada suatu perkara hanya dengan istikhoroh, tetapi Allah menjadikan hatinya condong kepada salah satu hal yang diragukan setelah bermusyawarah.”
Cara Sholat Istikhoroh
Sholat Istikhoroh dilakukan seperti sholat sunnah yang lain yaitu sebanyak dua rakaat, sama ada siang atau malam hari (selama sedang memerlukan petunjuk), dalam setiap rakaatnya membaca al-Fatihah dan surah apa saja yang sudah dihafal, lalu mengangkat tangan sambil berdoa dengan doa istikhoroh yang diajarkan oleh Nabi seperti yang telah disebutkan/dibentangkan di atas (dalam hadis Bukhori dari jalan Jabir Bin Abdulloh). (Asal perkataan ini oleh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah, 11/421)
Adakah Dalam Sholat Istikhoroh Ada Bacaan Khusus/Tertentu?
Imam Nawawi mengatakan: “Disunnahkan pada raka’at pertama setelah al-Fatihah membaca surat al-Kafirun dan raka’at ke dua setelah al-Fatihah membaca surat al-Ikhlash” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 2/377), hal ini didasari oleh maksud orang yang beristikhoroh supaya mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, sehingga yang patut dibaca adalah dua surat tersebut.
Sedangkan al-Hafiz al-’Iraqi mengatakan (Perkataan ini dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi 2/484): “Aku tidak menjumpai satu hadits pun tentang penentuan bacaan surat-surat khusus dalam solat Istikhoroh.”
Dan keterangan di atas jelaslah bahwasanya pendapat yang lebih kuat adalah tidak adanya ketentuan surat-surat yang dibaca ketika sholat Istikhoroh, lantaran tidak ada keterangan dari Rasulullah akan hal itu dan mereka yang mensunnahkan surat-surat tertentu tidak mendatangkan dalil al-Qur’an dan Sunnah, sehingga kita katakan disunnahkan setelah membaca al-Fatihah di masing-masing raka’at untuk membaca surah apa saja dari al-Qur’an yang telah dihafal.
Berkata Ibnu Bazz (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawzvi’ah 11/421): “Hendaknya (orang yang solat Istikhoroh) membaca al-Fatihah di setiap raka’at dan membaca surah apa saja yang mudah.”
Bilakah Doa Istikhoroh Dibacakan?
Doa Istikhoroh boleh dibaca sebelum salam atau selepas salam selepas solat dua roka’at. (Sebagaimana fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya 12/105)
a. Sebelum salam
Adapun dibolehkan membaca do’a istikhoroh sebelum salam ini berdasarkan:
1. Kebanyakan doa Nabi dalam sholat dilakukan sebelum salam (setelah tasyahud akhir), seperti yang dijelaskan oleh Abu Hurairoh, beliau berkata: “Nabi bersabda: Apabila kalian selesai dari tasyahud yang terakhir, hendaklah berdo’a meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara, iaitu mengucapkan (maksudnya);
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dan azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari fitnah al-Masih ad-Dajjal. (Hadis Riwayat Bukhari 1377, dan Muslim 588)
2. Demikian juga Rasulullah mengajari Abu Bakar tatkala beliau minta diajarkan do’a yang boleh dibaca dalam sholatnya, lalu Nabi memerintahkan beliau untuk membaca (maksudnya);
Ya Allah sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari-Mu, dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Hadis Riwayat Bukhari 834 dan Muslim 3/7/27)
3. Dalam Hadis Jabir bin Abdullah, Rasulullah tidak menentukan tempat dibacanya doa istikharah apakah harus dibaca sebelum salam atau setelah salam.
b. Sesudah salam
Sedangkan dibolehkan doa Istikhoroh dibaca sesudah salam berdasarkan zahir hadis yang menunjukkan doa tersebut dibaca sesudah salam, sebagaimana Nabi bersabda (yang artinya): “Apabila di antara kalian berkeinginan/bermaksud terhadap suatu perkara, hendaklah sholat sunnah dua rakaat bukan termasuk wajib, kemudian berdo’a…”
Berkata Ibnu Baz: “Sholat Istikhoroh hukumnya sunnah, dan do’a istikhoroh tempatnya setelah salam sebagaimana (zahir) hadis yang telah datang dari Rasulullah” (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah 11/421422). (Demikian juga difatwakan oleh Lajnah Da’imah dalam Fatwa no. 10666)
Apa Yang Dilakukan Setelah Solat Istikhoroh Dan Bermusyawarah?
Imam Nawawi r.h. berkata (Perkataan Imam Nawawi (dinukil secara bebas) ini dinukil oleh Imam Syaukani dalam Nailul Author 2/298): “Setelah seseorang melakukan sholat Istikhoroh, sebaiknya dia menjalani apa yang dia rasakan lapang dadanya terhadap perkara tersebut baik meneruskan maksudnya atau meninggalkannya.”
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya:
“Bagi orang yang hendak beristikhoroh hendaklah ia menghilangkan kecondongan hatinya terhadap suatu perkara sebelum melakukan solat dan doa Istikhoroh, dan tidak selayaknya bersandar kepada adanya kecondongan hati sebelum istikhoroh, karena apabila ada kecondongan hati sebelum istikhoroh, lalu dia melakukan istikhoroh, berarti dia tidak beristikhoroh, karena istikhoroh dilakukan ketika bimbang dan meminta dipilihkan yang terbaik dari Allah untuknya.”
Boleh Mengulang Solat Istikhoroh Dalam Satu Perkara
Ibnu Utsaimin berkata (Dinukil secara bebas dari Syarh Riyadhus Sholihin oleh Ibnu Utsaimin 2/515): “Setelah melakukan solat dan do’a istikhoroh, apabila merasa lapang dadanya terhadap suatu perkara baik meneruskan atau meninggalkan, maka inilah yang diharapkan, tetapi apabila tetap bimbang dan tidak merasa lapang dadanya, maka dia boleh mengulangi solat dan doa Istikhorohnya ke dua kali, ke tiga kalinya, dan seterusnya, hal ini lantaran orang yang beristikhoroh adalah orang yang meminta petunjuk kepada Allah akan kebaikan yang akan dia lakukan sehingga apabila tidak jelas baginya kebaikannya atau tetap ragu maka dia boleh beristikhoroh berulang kali.”
Adakah Tanda-Tanda Dikabulkannya Permintaan?
Sebagian orang berkata: “Setelah melakukan sholat dan doa Istikhoroh, maka akan datang petunjuk dalam mimpinya, maka diambil pilihan sebagaimana mimpinya,” oleh karena itu ada sebagian orang berwudhu’, lalu melakukan sholat dan doa istikhoroh, kemudian terus tidur (mengharap petunjuk datang melalui mimpi), bahkan sebahagian mereka menyengaja memakai pakaian berwarna putih (supaya bermimpi baik), semua ini hanyalah prasangka manusia (yang tidak ada dasarnya). (Lihat Bahjah an-Nadzirin Syarh Riyadhus Sholihin oleh Syaikh Salim bin led al-Hilali 2/44)
Kesimpulan
1. Rasa bimbang, ragu, dan ketidak-tahuan baik dan buruknya suatu perkara adalah hal yang wajar, karena semua itu termasuk tabiat dan keterbatasan manusia.
2. Sholat Istikhoroh adalah sholat yang dilakukan untuk minta petunjuk kepada Allah kebaikan perkara yang sedang dihadapi.
3. Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa sholat Istikhoroh hukumnya sunnah.
4. Sholat Istikhoroh disunnahkan bagi segenap perkara baik besar atau kecil, selama seseorang bimbang atau ragu ataupun tidak mengetahui maslahatnya di masa akan datang/terkemudian.
5. Apabila sudah terdapat kecondongan hati atau mengetahui tentang baiknya perkara (dari awal lagi), maka tidak disunnahkan beristikhoroh, ini kerana solat Istikhoroh itu dilakukan adalah bagi tujuan meminta petunjuk, dan Allah memerintahkan hambanya yang telah melaksanakannya supya bertawakal kepada Allah.
6. Istikhoroh disunnahkan dalam perkara-perkara yang asalnya mubah, adapun perkara wajib dan sunnah, maka tidak disunnahkan istikhoroh, ini kerana kebaikannya sudah jelas adanya, sebagaimana perkara haram dan makruh tidak disunnahkan istikhoroh kerana keburukannya sudah jelas adanya.
7. Tidak terdapat dalil yang sah tentang pengkhususan bacaan surah-surah al-Qur’an dalam solat Istikhoroh.
8. Doa Istikhoroh boleh dibaca dalam sholat (sebelum salam) atau di luar solat (sesudah salam)
9. Dibolehkan mengulangi sholat Istikhoroh dalam satu perkara apabila diperlukan.
10. Ketenangan hati dan kelapangan dada kepada suatu perkara setelah melakukan solat istikhoroh adalah tanda petunjuk dari Allah, dan tidak terdapat dalil yang sah tentang keharusan melihat mimpi setelah beristikhoroh.
Demikianlah yang dapat dibentangkan dari beberapa penjelasan/keterangan para ulama tentang sholat Istikhoroh, mudah-mudahan kita mendapat petunjuk dari Allah sehingga kita dapat melangkah sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya dan mendapatkan yang terbaik dan sisi-Nya dengan jalan taat dan istiqomah di atas landasan-Nya, amiin.
Disunting dari Tulisan Abu Ibrohim Muhammad Ali & Majmu’ah Tholabah Ma’had as-Sunnah Pasuruan, Majalah al-Furqon 72, Edisi 1 Tahun ke-7, 1428 (2007) Oleh Nawawi Bin Subandi untuk blog http://fiqh-sunnah.blogspot.com.

Leave a Reply

come my plaze