Abbas: Kelahiran Pembela Yang Berani

E-mailPrintPDF

Sepuluh tahun berlalu sejak junjungan Rasul dan Bonda Fatimah kembali ke rahmat Ilahi. Imam Ali as berhajat mengambil seorang isteri, dengan tragedi Asyura sebagai tujuan dan timbangannya. Ia lalu meminta kekandanya ‘Aqil yang mahir dalam ilmu nasab dan keturunan serta sangat mengenal selok belok qabilah, peribadi dan akhlak mereka. Ia berkata pada Aqil: “Carikan aku seorang isteri yang berkemampuan, daripada qabilah yang para datuknya adalah kalangan yang berani dan disukai masyarakat. Agar wanita seperti ini, dapat memberikanku anak yang berani, kuat dan bijak.”

Selepas beberapa waktu, Aqil telah mengenalkan seorang wanita dari Kabilah Bani Kilab kepada Amirul Mukminin as. Kabilah Bani Kilab dikenal kerana keberanian dan sikap kesatrianya. Wanita tersebut menepati kesemua ciri-ciri yang diidamkannya. Namanya Fatimah, puteri Hizam bin Khalid dan semua keturunannya mulia dan dicintai masyarakat. Ibunya pula dari salasilah keluarga yang mulia dan tinggi pula kedudukannya.

Gadis yang mulia ini telah diperistrikan oleh Imam Ali. Perkahwinan ini diberkahi dengan kelahiran empat putera bijak: Abbas, Abdullah, Jaafar dan Uthman. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah, Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Keempat-empat mereka kemudiannya telah gugur syahid di dalam tragedi pembantaian Karbala demi membela keluarga nabi dan agama Allah.

Abbas, seorang pembela, pahlawan dan perwira hebat telah dilahirkan di Madinah tanggal 4 Shaaban 26H. Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamaru Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan keikhlasannya terpancar dari wajahnya".

Abbas bin Ali as, putera seorang wanita yang mengenal kebenaran dan mempunyai makrifat. Ia memiliki seorang ayah seperti Ali Bin Abi Thalib as dan di tangan takdir juga telah tertulis bahawa ia adalah wangian kesetiaan dan permata iman dan kesucian. Kelahiran Abbas telah menerangi dan mengembalikan harapan rumahnya Ali dan hatinya Maula. Kerana Ali tahu, nanti di Karbala, putera ini bakal memikul panji kebenaran, seorang pemuda yang gagah berani dan setia. Abbasnya Ali nanti akan berkorban demi membela Husainnya Fatimah.

Ketika ia lahir, Imam Ali as telah mengazankan dan mengiqamah ke telinganya, serta mengucapkan nama Allah dan RasulNya juga berkenaan Tauhid dan risalah agama. Ia diberikan nama Abbas pada hari ketujuh kelahirannya, mengikut sunnah Islam. Imam Ali as telah mengorbankan seekor kambing dan menyedekahkan dagingnya kepada faqir miskin.

Imam Ali as, di sebahagian waktu akan memeluk badan suci Abbas dan mengangkat lengan kecilnya ke atas kemudian mencium bahu-bahunya dan menitiskan air mata. Suatu hari, bondanya Ummul Banin menjadi bingung melihatkan gelagat suaminya. Imam as berkata: “Tangan-tangan inilah yang nanti akan terpotong tatkala ia menolong dan membantu kekandanya Husain. Tangisanku ini adalah untuk hari tersebut.”

Dengan kelahiran Abbas, rumah Ali berbaur kegembiran dan kesedihan: kegembiran atas kelahiran suci ini, serta kesedihan dan tangisan atas peristiwa yang akan dilalui sang bayi dan teman-temannya nanti di bumi Karbala.

Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.

Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang abang, Imam Husain as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kekandanya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kekandanya, Imam Husain terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.

Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Ghairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga perilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berperilaku soleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya nescaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada beliau.

Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki juga sebagai Babul-Hawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.

Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tiada warisan yang lebih mulia ketimbang akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta izin di hadapan kekanda-kekandanya seperti Imam Hasan as dan Imam Husain as. Dan selama 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.

Sikap rela berkorban adalah karakter utama kepribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husain. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husain as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husain dalam peristiwa kebangkitan Karbala.

Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husain dan keluarga nabi lainnya didera cengkaman dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentera musuh yang berusaha menghalangi pasukan Imam Husain dari memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat akan wajah kehausan Imam Husain, saudara-saudara, dan sanak keluarganya. Ia segera mengisi kantong airnya dan memacu kudanya kembali menuju perkhemahan Imam Husain. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tangannya terpenggal dan ia gugur syahid.

Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."

Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk peribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.

Muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Ia bagaikan lautan berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan".

Salam ke atas kehebatan tangan-tangan Haidarmu. Salam ke atas kepantasan pedang Zulfiqarmu. Salam ke atas kesatria dan pembela kekandanya! Salam ke atasmu wahai yang terindah di dalam kamus kesetiaan. Salam ke atasmu dan ke atas tangan-tangan pembawa air yang dikau miliki. Tanah menghidu bauan syurga, langit turun ke bumi dan memeluk rumahnya Murtadha. Kelahiran seorang putera, pencinta Pemimpin Para Penghuni Syurga!

Sebagaimana salam yang diucapkan dan ditujukan kepadamu oleh Maula Imam Muhammad bin Hasan ajf, Mahdinya zaman ini yang kami nantikan kezuhurannya, kami panjatkan salam mewangi ke atasmu:

Salam ke atas Abil Fadlh Abbas yang berkorban jiwa demi kekandanya.

Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran dua jiwa bersaudara Imam Husain dan Abbas bin Ali as.

Leave a Reply

come my plaze